Bismillah.
Seorang ukhti membuat request tulisan untukku. Jujur, baru pertama kali aku dimintai request topik menulis. Hehe. Aku dengan senang hati mengiyakan, karena aku entah kenapa akhir-akhir ini menumpuk draft dan tidak publish. Mungkin kembali ingin introvert setelah kemarin-kemarin sempat meng-update lagi salah satu sosmed. Mari kita mulai ~
***
Aku sebenarnya lupa, kapan kita bertemu. Apa kesan pertamaku padamu. Lupa. Mungkin karena pertemuan pertama tidak banyak memberi kesan. Mungkin saat orientasi masuk sebuah asrama, iya asrama itu. Yang aku ingat, karena asrama itu, kita diwajibkan magang di BPP Salman, salah satu bidang yang fokus pada pengkajian dan penerbitan, kita 2 akhawat, dan ada beberapa ikhwan juga. Tapi kita pisah divisi, kamu bantu-bantu di pengkajian (studi humaniora, dkk), aku di penerbitan (kontributor salmanitb.com), mungkin sejak itu ya kita semakin dekat?
Sejak wifi Carolous tidak bisa diakses, sejak itu juga, kita berdua dianggap sebagai penghuni setia ruang warnet. Uniknya, hampir setiap obrolan diantara kita selalu terdengar seolah suara bertengkar oleh orang lain, mungkin arena saking serunya, atau memang karena kita memang sering beda pendapat. Yang jelas, tahun kedua, kita ditakdirkan Allah menjadi roommate.
Aku banyak menulis tentangmu, tentang topik perdebatan kita, tentang banyak hal. Karena aku tipenya memang seperti itu, orang yang banyak berinteraksi denganku, pasti jadi bahan tulisanku hehe. Sampai pernah kau berkata, "blog ini isinya semua tentangku ya?" semacam itu, aku jawab "bisa jadi" hehe.
Yang unik dari sekian banyak obrolan kita, ketidak-sependapatan kita, adalah.. kita tidak pernah memasukkan itu ke hati. Jadi ya, habis berantem kita bisa ketawa bersama bahas topik lain. Meski memang seringnya, aku banyak menyerang dan akhirnya mengakhiri perdebatan di tulisan blog ini. Sejujurnya aku malu mengingat masa-masa itu. Saat itu, aku sedang dalam kondisi begitu keras kepala dan childish, ga tahu cara diskusi yang nyaman dan mengalir. Aku juga teringat nasihatmu, pernah kita rapat, dan aku melontarkan komentar pedas. Saat itu, kamu segera chat diriku, agar jangan mengulanginya, karena yang mendengar akan tersakiti. Ah.. TT aku banyak belajar darimu.
***
Setelah berpisah, tidak tinggal satu atap, kita terkadang bertemu/berpapasan di Masjid Salman. Kamu, yang makin hari makin cantik hehe. Aku saat itu cuma bisa bertukar sapa saja, kemudian kembali ke kesibukan masing-masing.
Aku tahu, kamu pernah cerita dimana dan dengan siapa kamu nge-kos. Tapi aku tak pernah menyempatkan main. Itu kekuranganku, aku tidak pintar menjaga relasi ketika sudah jauh. Tapi pernah suatu siang sebelum dzuhur, kamu dan seorang ukhti yang lain berkunjung ke kosanku. Katamu, kamu duduk di lorong lantai 3 sembari memanggil-manggil namaku. Tapi ketika ada yang keluar, itu bukan aku. Wkwkwk. Saat itu aku sudah pindah ke lantai satu. Kita sempat mengabadikan momen itu dengan foto. Pakai kamera ukhti yang satunya, yang sedang suka pegang kamera.
Apalagi ya? Aku teringat saat kau mengirim undangan, ingat saat aku bertanya jalur dan kendaraan umum apa saja yang harus kutempuh jika aku ingin datang ke Bogor saja, dan bukan ke walimah yang di Jakarta. Aku teringat ketika perjalanan hampir 6 jam menujur rumahmu terbayar ketika melihat wajah tersipu nan cantikmu, saat duduk sebelum akad dimulai. Ah, aku mungkin tidak bisa melupakan momen itu. Seolah aku melihat sisi lain dari kamu, kamu yang tersipu, malu-malu.
***
Ukhti yang ceria, bersemangat, aktif, berani untuk angkat suara, yang ingin sekali mengajakku untuk tidak mengambil sikap yang salah, ah, diskusi tentang itu selalu itu ya? Hehe. Itu kesan yang selalu akan ada di benakku tentangmu.
Pesan/saran, ga ada kayanya. Tetaplah menjadi dirimu, jaga kesehatan, yang kuat ya! Saat Allah memberimu sebuah titipan bernama penyakit, ada hikmah di baliknya, aku percaya, tanpa orang lain yang harus mengejanya padamu, kamu bisa dengan mudah menemukannya. Jadikan momen-momen saat ini tempat untuk semakin dekat kepadaNya.
***
Saat itu, aku duduk di pojok kanan belakang sebuah bis. Kamu dengan khimar merah mudamu, duduk di sebelahku. Sore menjelma jadi malam, kau tertidur, menyenderkan kepalamu di bahu kiriku. Aku mungkin juga tertidur, namun banyak terjaga juga, karena aku mengingat beberapa saat kau membenarkan posisi kepalamu di bahuku.
Saat itu, perjalanan pulang ke Bandung itu, mungkin perjalanan terakhirku bersamamu, sebelum kau dan aku disibukkan oleh warna-warni dan asam-asin kehidupan. Suatu hari nanti, kalau Allah mengizinkan, mungkin kita akan melakukan perjalanan bersama-sama lagi. In syaa Allah. Maka sampai waktu itu tiba, kamu harus jadi ukhti yang lebih kuat, lebih shalihah, lebih cerdas, lebih baik lagi. Sampai saat ketika Allah mengizinkan aku dan kamu berjumpa kembali, sampai saat itu, mari lebih sering bertukar doa, bertukar salam, dan bertukar foto, agar rindu tidak menjadi sesak, namun menjadi mekar bunga.
Dariku, yang akhir-akhir ini merindukanmu. -kirei
***
PS: Aku tahu, kamu tidak selalu pakai khimar warna pink, tapi karena penutupnya,dan aku juga kehilangan ide untuk judul, jadi jangan protes judulnya ya. Sebenarnya aku juga ingat wajahmu saat berbalut khirmar biru muda, hijau muda, coklat, hitam, oranye, dll. Ya ingat, kamu, wajah cantik dengan balutan khimar warna-warnimu.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya