Bismillah.
Sometimes, we asked a question that we can't answer, and the best way to answer that question is confessing that you don't know that kind of stuff and tell them to ask the professional.
***
Teorinya seperti itu, kalau ga tahu, ya jawab tidak tahu. Tapi terkadang prakteknya sulit, entah kebawa ego 'kayaknya tahu', atau emang bener-bener sok tahu aja hehe. Ada saat dimana kamu nyesel, ah.. harusnya aku bilang aja gatau. Tapi di saat lain, ada saat kamu bersyukur, karena kamu menjawab bahwa kamu tidak tahu.
Sebuah pertanyaan dari seseorang hari ini yang membuatku teringat satu dua kejadian terkait topik ini. Pertanyaan awalnya sederhana, aku tahu jawabannya. Tapi saat menjawab, jujur aku dagdigdug ga jelas, karena takut diminta penjelasan lebih detail-nya. Syukurlah bukan itu maksud si penanya, ternyata ia bertanya, sebagai prolog untuk kemudian curhat sebuah situasi yang ia alami.
Aku bersyukur sekali saat tahu kelanjutan pertanyaan itu, bukan pertanyaan penjelasan, tapi pernyataan deskrripsi situasi yang ia alami. Lalu permasalahannya jadi berpindah, aku jadi mikir, bagaimana tanggapan yang benar, saat kamu dicurhati seseorang yang baru sekali kamu temui, namun sudah saling kontak? Hehe. Lemon yang kemarin aku tulis di Dua Perempuan Berbeda, yang siang tadi bertanya.
***
Another case. Aku jadi teringat situasi lain yang aku alami. Saat itu seseorang bertanya padaku, dan menyatakan kebingungannya, apa bedanya riba dengan istilah dalam perekonomian islam, mudharabah, dll. Aku istilahnya juga gatau ga hafal, maaf kalau salah. Alhamdulillah saat itu, aku jawabnya ga nyolot "pokoknya beda", tapi bisa dengan tenang memberitahunya. I have no knowledge on those things, and he should ask my sister who studied a lot about islamic economy (ekonomi islam).
***
Mungkin kebiasaan menjawab tidak tahu perlu dilatih juga ya. Biar kita tidak jadi sok tahu dan seenaknya menjawab. Selain dibiasakan, perlu ada pengingat juga dari orang-orang terdekat. Tapi pengingat yang ramah, bukan yang tipe judgemental.
Karena aku pernah bertemu akhawat yang baik, yang mengingatkanku untuk tidak sok tahu, dengan cara yang baik. Saat itu, bahasannya memang tidak seberat tentang ekonomi islam, atau topik berat lainnya. Cuma tentang aku yang sok tahu, kalau ia terbiasa pakai kerudung langsungan, yang langsung ia tangkis, dengan cara mengingatkan.
"Teteh kan baru ketemu aku (setelah lama ga ketemu) dua kali ini, dan aku dua kali pakai kerudung langsungan, tapi sebelumnya pernah ga teteh liat aku pake kerudung langsungan?"
Mendengar itu, aku langsung mengingat bayangan sosok ia, dan aku menyadari kesalahanku. Saat itu aku minta maaf dengan ringan, dan menyatakan baru sadar, kalau ia selalu pakai kerudung segi empat. My bad! Hehe.
Kejadian yang satu ini, juga mengingatkanku untuk bisa se-cool ukhti yang satu ini. Pengingat, kalau misal ada yang sok tahu tentang diri kita, jangan jadi emosional dan ngecap itu orang sok tahu. Cukup beritahu saja dengan santai dan cool, kalau kita bukan seperti yang ia katakan. Walau aku ga yakin bisa mempraktikan hikmah yang satu ini hehe.
Ah.. jadi kangen kan sm ukhti yang lagi jadi pengunjung setia perpus Gasibu belakangan ini. Padahal kita janjian pengen dateng kesana barengan, tapi belum diizinkan. Belum, bukan sekarang, mungkin bukan besok pula. Tapi in syaa Allah, kalau aku di Bandung, ukhti ini juga di Bandung, nanti bareng-bareng ke perpus Gasibu. In syaa Allah.
***
Terakhir, akhir-akhir ini blogku isinya banyak dibumbui curhat ya? Maaf ya. Semoga kalaupun curhat, masih pada batas yang tidak berlebihan. Nanti pelan-pelan in syaa Allah aku kurangi curhatnya. Sekarang mau aku biarin dulu aja, sambil menumbuhkan kebiasaan menulis setiap hati.
Doakan istiqomah menulisnya. Nanti kalau udah sedikit istiqomah, semoga isinya juga lebih berkualitas dan tidak banyak curhatnya.
Ingatkan aku ya, kalau ada tulisan di sini, yang isinya sok tahu hehe. Aku masih perlu belajar untuk menulis tidak tahu, dan tidak menulis sok tahu, tentang topik yang saya banyak tidak tahu.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya