Follow Me

Monday, September 11, 2017

Kita Emang Beda

Bismillah.

Sebuah percakapan panjang di aplikasi messaging yang meyakinkan kami, kalau kami berbeda. Tapi berbeda itu berhenti di titik itu saja, tidak sampai merusak betapa kami bisa banyak klop dalam berbagai hal. Karena toh, kata Salim A. Fillah, rumus cinta tidak selalu sama. Haruskah kucari lengkapnya? Tentang dua sungai yang bermuara jadi satu karena kesamaan? Atau tentang panas dan dingin yang bersatu menjadi hangat? Atau tentang hujan dan tanah, yang genap menumbuhkan tanaman?

Ini bukan cerita tentang sepasang manusia yang ditakdirkan bertemu menjadi sepasang suami istri. Ini tentang dua orang perempuan, yang ditakdirkan lahir dari rahim yang sama, yang satu di bulan September satu lagi di bulan Oktober, bukan berbeda satu bulan, tapi tiga belas bulan.

***

Alkisah sang adik sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, dan ditengah perjalanannya ada suatu kejadian yang membuatnya ingin segera bercerita pada sang kakak.

"Seorang nenek, bertanya padaku, apakah aku mau dipasangkan dengan anak bungsunya." ucapnya dalam teks.

"Awkward. Want to run from this situation," lanjutnya.

Lalu percakapan jadi mengalir. Sang kakak setengah bercanda, dan menyuruh dicoba saja, tukeran nomer HP, siapa tahu jodoh. Sang adik tersenyum kecut membacanya, lalu dengan tegas menjawab tidak akan memberikan kontak apapun baik ke nenek tersebut, maupun ke anak nenek tersebut yang keduanya duduk di sebrang tempat duduknya.

Lalu kali ini, sang kakak yang bercerita.

"Dulu waktu aku masih single mah aku ngebayangin kaya gitu.... Jadi kisah cinta ala ala sinetron FTV." dilanjut dengan teks tertawa ngakak.

Adiknya yang membaca ikut tersenyum, tapi masih tidak setuju dengan pendapat kakaknya.

"Jadi ingat, kisah pertemuan jodoh di kereta, karena bersin," sang adik teringat sebuah kisah nyata yang pernah viral.

"Aku suka bacanya, dan kalau ada orang dekatku yang ngalamin itu, aku akan senang hati dengerin ceritanya. Tapi untuk ngalamin itu, aku ga suka, nggak mau," lanjutnya dengan wajah serius menatap layar.

"I don't believe love at the first sight," tutupnya.

Sang kakak menjawab, tentang kisah viral, dan menyebutkan bahwa kisah nyata tersebut adalah yang dialami oleh saudaranya seorang ustadz terkenal.

"Kita emang beda ya," jawaban singkat kakaknya, tentang opini dan penjelasan tegas kalau adiknya tidak suka hal begituan membuat sang adik tersenyum.

Kakaknya selalu tahu bagaimana mengakhiri obrolan dengan damai. Tidak pernah sampai naik nada suara.

***

Obrolan lain, topik yang serupa. Kali ini kakaknya yang lebih banyak berkata lewat pesan.

"Makin cepet nyari, makin terbuka peluang jodohnya tauuuk. Jangan suka nunda. Makanya aku usahain dari sekarang, dik. Jangan pernah kita membatasi waktu-waktunya. Kaya nikah kalau usia berapa lah, nikah kalau udah punya rumah lah, dll.", ceramah panjang kakaknya.

"Yaa kamu tetep istikharah ajaa, minta yang terbaik. Kalau cari mulai sekarang kan, kita jadi makin sering istikharahnya, minta diberikan yang terbaik dan minta dideketkan juga jodohnya. Kalau aku mah ga kuat lama-lama gagal taaruf muluk. Bhahaha..", lanjut kakakknya, ditutup dengan curhat perasaannya dulu saat masih di fase sebelum menikah.

"Istikharah tetep jalan kok. Lagi proses taaruf atau ga, istikharah. Tapi doanya bukan tentang jodoh. Kan istikharah bukan sekedar tentang pilihan jodoh. Aku belum sellow kok tentang itu, galaunya tentang hal lain." jawab adiknya

Kakaknya tertawa lagi dalam teks. Lalu slogan itu kembali disebutkan, "Kita emang bedaa".

Adiknya menjawab dengan senyum di bibirnya, "Emang hehehe"

The End.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya