#buku
-Muhasabah Diri-
Sebuah buku, hadiah dari unit Majelis Ta'lim Salman atau biasa disingkat jadi Mata' Salman. Berbeda dengan Gamais yang fokusnya ke syiar, mata' fokus ke kaderisasi, ke quran. Setiap sabtu pagi, apel, kemudian pembinaan awal. Di akhir semester ada daurah persiapan pejuang quran, bener ga? Saya hafal dengan sebutan DP2Q namun ga yakin bener kepanjangannya hehe.
Saat itu, aku berkemas untuk ke Jakarta. Kucari di rak, buku yang kira-kira bisa menemani perjalanan. Sampai kutemukan buku berukuran kecil dan tipis itu. Ringan dibawa tangan. Tapi saat membaca isinya, berat hehe.
Judulnya Tarbiyah Ruhiyah, ditulis oleh Dr. Abdullah Nashih 'Ulwan, diterbitkan oleh Robbani Press.
Saat mengambilnya dari rak buku, aku pikir, aku bisa menyelesaikannya sebelum balik ke rumah. Toh sudah pernah baca. Aku... keliru. Sampai detik ini, aku masih perlahan melahap ulang. Berat, sungguh berat rasanya membaca buku kecil itu. Seolah saat aku memilih buku, Allah menakdirkanku memilihnya, karena apa? Karena ruhiyahku butuh ditarbiyah TT
***
Sedikit teaser isinya, sekaligus.. bentuk tugasku, meresume bacaan.
Bab pertama, berjudul Ruhiyah Seorang Da'i. Saat membacanya, aku membayangkan diriku di masa itu, sedang penuh api semangat untuk dakwah, apalagi setelah diberikan bekal di Mata'. Namun saat perlahan membaca paragraf demi paragrafnya, aku kembali mengingat diri yang sekarang. Aku mungkin bukan lagi mahasiswa yang punya rencana buat kegiatan ini itu, pegang akun sosmed unit, ngelola website unit. Aku cuma diriku sendiri, yang masih struggle terhadap naik turun iman diri. Sibuk mikirin diri sendiri.
Kata-kata di halaman pertama buku ini, banyak mengingatkanku tentang istilah di buku Madarijus Salikin. Perjalanan, terminal. Puitis pokoknya. Tiga halaman pertama sudah kubaca, intinya mengingatkan pembaca buku tentang pentingnya ruhiyah.
Disebutkan di buku ini, saat ruhiyah tidak ditarbiyah, dakwah bisa berbelok.
Ia akan terperangkap dalam sifat ujub, nifaq, dann riya'. Terjerumus ke dalam lumpur kebanggaan, kesombongan, dan egoisme. Ia akan berdakwah untuk dirinya, bukan untuk Allah. Akan membangun kejayaan bagi dirinya bukan untuk Islam. Ia akan bekerja untuk kebahagiaan di dunia dan bukan untuk kehidupan akhirat kelak... Dari sinilah timbulnya penyimpangan, keruntuhan dan kehancuran.
Kemudian, buku ini menunjukkan bahwa jalan untuk memperoleh ketinggian ruhiyah adalah dengan belajar takwa. Dipaparkan juga di buku ini tentang definisi/hakikat takwa.
Di halaman kesepuluh, dituliskan tentang faktor-faktor yang bisa menumbuh suburkan takwa. Diantaranya Mu'ahadah (Mengingat Perjanjian), Muroqobah (Merasakan Kesertaan Allah), Muhasabah (Introspeksi Diri), Mu'aqobah (Pemberian Sanksi) dan Mujahadah (Optimalisasi).
Aku ga bisa menjabarkan satu-satu. Saranku, cari bukunya, pinjem atau beli, dan baca sendiri ya.. hehe. In syaa Allah bermanfaat untuk kehidupan ruhiyah kita.
Jujur aku masih terbata baca ulang buku ini, takut, bahwa hanya jumlah lembar yang aku setorkan di grup, tapi isi dan makna bukunya ga masuk ke hati. Seperti suara yang bisa sekedar lewat telinga tapi ga sampai di hati. Baca juga gitu..
Ada pepatah, atau quotes, aku lupa kalimat persisnya. Tapi intinya gini, "menyelesaikan baca buku itu mudah nak, yang susah itu memahami isi bukunya". Sampai di situ aku ingin menambahkan, memahami isi buku memang susah, tapi yang lebih berat lagi, mengamalkan isi bukunya hiks.
...., hati-hatilah wahai jiwaku. Janganlah engkau langgar janjimu setelah Dia engkau jadikan sebagai pengawasmu. Janganlah engkau mundur dari jalan yang telah ditetapkan oleh Islam setelah engkau jadikan Allah sebagai saksimu. Hati-hatilah jangan sampai engkau mengikuti jalan orang-orang yang sesat dan menyesatkan setelah engkau jadikan Allah sebagai penunjuk jalan.
- penjelasan tentang mu'ahadah, Dr. Abdullah Nashih 'Ulwan, Tarbiyah Ruhiyah***
Alamatnya masih di Kanayakan, ucapku dalam hati sembari melihat halaman setelah cover. Sembari membaca nama lengkap, nim, fakultas, dan alamat asrama kanayakan, sekelebat memori hadir saja di otak.
Dari Mata' Salman, tanda tangan superbertumpukku yang sudah jarang aku pakai, nama pena, dua simbol pangkat (^). Sekilas melihatnya, namun bersama itu juga terlintas puluhan memori lain.
Ya, ini tentang buku kenangan. Bagaimana sebuah buku, tidak hanya tentang buku itu saja. Tapi juga, tentang kenangan yang dibawanya.
Kamu, buku kenangan apa yang terlintas di otakmu, saat membaca tulisan ini?
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya