Follow Me

Thursday, June 21, 2018

Dunia Hujan (3)

#blogwalking 

Bismillah.

Udah baca lama padahal, tapi malem ini.. berkunjung lagi ke tulisan itu, baca 6 komentar di bawah tulisannya. Trus jadi ingin komentar. Sudah ngetik di sana lumayan panjang, eh, somehow, web browser-nya nge-hang wkwkwk. Trus mikir, apa ini tanda, kalau baiknya jangan komen? hehe. 

Akhirnya memutuskan menulis di sini saja. Nanti kirim link ke pemilik blog hehe. Biar komentarnya tetap sampai. (:
"Apa jadinya jika orang yang paling kamu cintai malah yang paling berat mengecewakanmu? Menoreh luka di hatimu terlalu dalam? Mengubah segala pandangmu tentangnya?  
Apa masih ada ruang maaf di hatimu untuknya?
Akankah pintu kembalinya kamu buka?
Bagaimana kamu kini menyimpan memori tentangnya?" 
- Ukhti Mentari Pagi, dalam serial barunya, Dunia Hujan (3)
***

Di kolom komentar, Ukhti tersebut menyebutkan bahwa kisah dunia hujan bisa dipikirkan dalam status apapun,
"Ibu-anak/
Orang tua-anak
Sahabat
Kakak-adik
Ng, sepasang yang masih unknown statusnya
Ng, sepasang yang sudah known statusnya"
Kalau boleh jujur, saat aku membaca tulisan tersebut, aku berkaca tentang diri. Bukan sebagai orang yang dikecewakan, tapi justru sebagai orang yang membuat kecewa. Begitulah aku.. dengan sifat individualis, setiap membaca sesuatu, pasti banyak memikirkan diri, bukan mencoba memahami sudut pandang penulis, menerka jalan pikiran penulis lebih sulit hehe. 

Jadi ketimbang menjawab pertanyaan di Dunia Hujan (3), aku justru fokus di sudut pandang yang berbeda. Hati manusia, siapa yang tahu? Yang bersalah, yang membuat kecewa, seperti aku.. cuma bisa berusaha memperbaiki diri. Seperti aku tahu, bahwa yang terjadi tidak bisa di-undo. Seperti aku tahu, bahwa luka di hati seseorang, aku tidak punya kemampuan untuk menyembuhkannya. Seperti aku tahu, bahwa kita cuma bisa mengetuk pintu maaf, yang bisa membukanya cuma pemilik pintu tersebut. Dan seperti aku tahu, bahwa Allah masih memberiku kesempatan waktu untuk hidup. Seperti itu juga aku harus berusaha memperbaiki diri, mencoba menjadi anak yang lebih baik setelah luka yang aku gores di hatinya. Cuma itu. Maybe they won't see me the same anymore. But it shouldn't be my focus. Fokusku cuma berusaha dan berdoa, sisanya biar Allah yang menyembuhkan luka di hati dua insan yang ditakdirkan menjadi orangtuaku. Sisanya, biar Allah yang menggerakkan hati mereka, untuk memaafkan kesalahanku, dan memandangku sebagaimana sebelum kekecewaan itu aku tanam di hatinya. 

***

Satu lagi yang aku pikirkan saat membaca tulisan itu.

Jika seseorang yang paling kita cintai justru yang paling berat mengecewakan kita.. mungkin justru itu ujiannya. Ujian yang disajikan Allah. 

Allah ingin bertanya, apakah cinta kita kepadanya sudah karena-Nya? Apakah cinta tersebut sudah benar komposisinya? Apa sudah benar dosisnya? Karena cinta yang komposisinya salah, dan dosisnya berlebih akan selalu melukai, meracuni. Allah tidak ingin itu pada hambaNya. Allah tidak ingin kita terluka karena komposisi dan dosis cinta yang salah. Maka Allah menguji kita... bahwa justru.. ya, justru orang yang paling kita cintailah yang bisa paling berat mengecewakan kita. 

Kalau ia bukan orang yang kita cintai, tentu kita tidak kecewa berat. Misal kita bertanya alamat, ternyata orang asing yang kita tanya, salah ngasih petunjuk. Jadinya kita muter-muter lama. Kecewa? Iya. Tapi gimana ukuran kecewanya? Mungkin ga terlalu besar. Gapapa. Toh ia hanya orang asing yang lewat di hari kita. 

Kecewa ada karena ekspektasi. Dan semakin kita mencintai seseorang, normalnya kita juga punya ekspektasi terhadapnya. Apapun bentuknya.

Tahukah satu hal yang unik? Cinta Allah.. Cinta yang berbeda dibanding cinta makhluk hina seperti manusia.

Allah tidak berekspektasi apapun meski cintaNya pada kita begitu besar. So it was always easier to return to Him after all the sins we made. Manusia lain, jika tahu bobroknya kita, tentu akan berbalik arah dan menghindari kita. Tapi Allah justru membuka pintu taubat lebar-lebar, biarlah manusia, memang begitu manusia, mendekat dan berlarilah pada Allah. 

Balik lagi ke ekspektasi. Cara mengurangi kecewa, turunkan ekspektasi. Jangan tempatkan manusia sebagai malaikat. Manusia, siapapun itu.. someday they will hurt you, she will hurt you, he will hurt you. Jangankan sepasang yang belum unknown statusnya, jangankan sepasang yang known statusnya, jangankan sahabat, bahkan kakak-adik, bahkan orangtua-anak. They'll make mistakes, they'll make you hurt, and they'll make you disappointed. Tapi terlepas dari fakta itu... kita juga harus mengakui, bahwa kita manusia. Kita bisa terluka, kita bisa kecewa. Kita juga bisa melukai dan mengecewakan sosok yang mencintai kita.

Jadi...? Kesimpulannya apa?

Hm... gatau hehe. It's just.. dari satu tulisan penuh pertanyaan di seri Dunia Hujan (3) dan komentar di bawahnya, aku tergerak untuk memikirkan dan menulis ini. Mungkin apa yang kutulis banyak salah dan banyak sok tahu. Hehe. Maaf *peace. Pardon me. Maklum.. Aku terbiasa bernarasi panjang.

Allahua'lam.

****

PS: Mungkin web browser-nya nge-hang itu pertanda, kalau baiknya tulis di blog aja. Kalau beneran di-post di kolom komentar tulisan tersebut, kasihan yang baca, ini komentar kok panjang banget hahaha.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya