Follow Me

Sunday, June 10, 2018

Beberapa Pengingat

Bismillah.

Kemarin, gatau kenapa banyak mikir, betapa pengingat dari Allah dibentangkan di hari-hariku, tapi kadang aku yang gagal mengenalinya. Atau kalau sudah sadarpun, sedihnya seringkali diabaikan.


Tentang prasangka, kecurigaan.

Setelah berulang kali sok tahu, mengikuti kecurigaan, ga nyaman sendiri, dan ternyata... salah terka. Berulangkali salah, harusnya sekarang paham, bahwa ga baik berdiam diri dikelilingi prasangka, ga baik mengikuti kecurigaan. Bahkan pernah juga baca sekilas di tumblr, bahwa seseorang yang dicuri hartanya, bisa lebih berdosa daripada yang mencuri, karena ia selalu curiga dan ujung-ujungnya berburuk sangka.

Pernah mikir, aku kan orangnya ga mudah percaya, tapi kenapa ditempatkan di posisi harus sering berinteraksi dengan orang yang ga bisa dipercaya? Waktu itu aku pernah menulis, bertanya-tanya, bagaimana bisa aku belajar untuk percaya, kalau orang yang aku temui, justru mereka yang berbohong dan aku lihat sendiri betapa ucapan dan tindakan bertolak belakang. Aku kira... bukankah itu akan justru membuatku semakin sulit percaya pada orang lain?

Tapi kini.. aku mikir lagi. Justru itu letak ujiannya, justru harus belajar percaya dari yang tidak mudah dipercaya. Percaya sama orang yang jujur itu mudah. Tapi belajar percaya sama seseorang yang sering berdusta itu beda level. Beneran butuh effort buat latihan percaya, latihan berbaik sangka. Bukan berarti menjadi bodoh dan menerima semuanya mentah-mentah. Tapi juga bukan berarti harus selalu curiga. Mungkin itu... hikmahnya aku ditempatkan di situasi ini, saat harus sering berinteraksi dengan orang yang mungkin lebih baik dariku, tapi keburukannya diperlihatkan di depan mataku. Sulit? Iya sulit. Namanya juga belajar, butuh usaha hehe.

Tentang rencana yang berubah


Ini agak bingung jelasinnya. Pakai perumpamaan aja ya, jadi rencana awalnya aku mau belajar naik sepeda, tapi ternyata sama sang guru justru diminta belajar naik motor. Selama belajar naik motor aku setengah ga ikhlas, bertanya-tanya, kenapa ga sepeda dulu yang lebih mudah? Lebih familiar juga, karena sebelum bertemu sang guru, sebenarnya aku sudah beberapa kali nyoba naik sepeda. Tapi setelah menjalani belajar naik motor, meski hasilnya jauh dari target, dan berhenti belajar di tengah-tengah, tetep aja... aku bisa mengambil hikmahnya. 

Seolah memang itu yang Allah takdirkan. Aku jadi belajar banyak hal, tentang urutan yang benar, tentang tidak ada jalan pintas. Tentang sulitnya mengubah sesuatu yang salah tapi sudah jadi habit, ketimbang membuat habit baru dari awal. Tentang kekuranganku, bahwa lewat belajar 'motor' aku jadi paham, aku harus sering-sering cek hatiku, matikah? sakit? atau sehat? Kalau sakit, ciri-cirinya apa. Kalau ga pengen sakit, obat apa yang harus diminum, harus berapa kali ke dokter, dll. 

Oh ya, ini perumpamaan aja ya. Jadi jangan heran kalau ga nyambung. Gimana hubungan belajar naik motor sama hati yang sakit? Ga ada hehe. 

Ramadhan kok ngerasa hampa? 


Pernah beberapa hari ngerasain itu. Hari-hari berlalu, trus aku baca tulisan tentang dzikir di buku Madarijus Salikin. Trus udah deh, akhirnya nemu jawabannya. Buat perempuan terutama, yang ga puasa karena ga boleh, trus hari-hari Ramadhan terasa hampa, mungkin kita perlu tengok apakah hari kita sudah diisi dengan dzikir kepadaNya? Bukan sekedar di lisan, tapi beneran mengingatNya. Coba berkaca, siapa/apa yang sering diingat? Jangan sampai sering kosong, tanpa dzikir, kebanyakan mikir dunia TT

Ciri-ciri Orang Bertakwa


Habis baca tentang dzikir, qadarullah digerakkan hatinya buat baca buku berwarna merah, judulnya Keep Calm and Read Quran, karya teh Lintang. Akhirnya aku baca dari tulisan pertama. Dan tahukah? Qadarullah yang pertama bahas tentang takwa. Membahas tiga ayat di surat Ali Imran ayat 133-135.

Pokoknya baca itu jadi jleb. Kamu ngapain aja bell? Diminta bersegera tuh.. kenapa bersegera? Karena itu hal penting.

Nanti, semoga aku sempat merangkum sedikit dari sana ya. Ga sekarang tapi. Bukunya lagi ga terjangkau tangan. Malem in syaa Allah. *doakan ya.. 

Dilema Nulis di Banyak Tempat


Mulai ngerasa ga bisa menuhin target menulis sehari sekali, di Facebook khusus Ramadhan. Udah bolong beberapa hari. Alasannya klise, kalau udah nulis di sini, rasanya kewajiban nulis udah gugur, trus ada tempat lain juga, udah nulis, jadi deh, yang di Facebook justru terbengkalai. Hmm.

Menulis setiap hari itu susah, ditambah menulis di banyak tempat. Jadi inget jaman dulu. Saat mayoritas amanah harus nulis, beda tulisan, trus gitu deh, ga pinter manajemennya. Mungkin benar kata seseorang, baiknya ambil satu amanah saja, fokus di sana, daripada kita menzalimi banyak pihak. *sekarang mengakui sarannya, dulu mah.. sensi aja hahaha. 

Sometimes I want to explain myself


Ini kok jadi tulisan random penuh curhatan tersirat dan tersurat ya? Yaudah sih, biarin, nulis dulu aja. Nanti bisa dihapus atau diedit.

Ada banyak situasi dimana aku ingin menjelaskan dan mengekspresikan tentang diri, perasaanku, apa yang sudah aku lakukan, dll. Tapi sebagian besar aku menahannya. Dan aku sendiri ga tahu, itu hal baik atau hal buruk. Di satu sisi, aku paham, ga penting banget jelasin tentang diri, sudut pandangku, perasaanku, buat apa?? Tapi di sisi lain, itu yang namanya komunikasi, biar ga ada salah paham. Tapi aku ga sukaaaa... menjelaskan diri itu rasanya seperti harus show off. Jelasin diri, rasanya seperti menghapus rasa ikhlas. Susah jelasinnya. Yang jelas, aku masih ga tahu, kapan aku harus berkomunikasi, dan kapan aku harus diam. Kapan aku harus menahan diri untuk menjelaskan diri, mengekspresikan sudut pandang, dan kapan aku harus berbicara supaya orang lain tidak salah paham dan tidak harus susah payah berbaik sangka kepadaku?

***

Ada lagi kah? Harusnya ada banyak sih.. pengingat untuk diri. Harusnya kalau melihatnya, langsung dicatat, agar tidak lupa. Kadang Allah menitipkan pengingat lewat banyak cara, lewat situasi, buku, tulisan, lewat interaksi dengan orang lain, lewat pemandangan yang diperlihatkan di mata kita, dan lewat banyak hal lainnya. Pertanyaannya, mau kah kita mengambil pelajaran? Peka kah kita sehingga kita bisa mengenali rupanya?

Rabbana la tuzigh qulubana ba'da idz hadaitana wa hablana min ladunka rahmah. Aamiin.

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya