Follow Me

Sunday, July 8, 2018

Mengubah Perspektif Tentang Outlier

Bismillah.

Kira-kira ada ga ya manajemen outlier. Biar menjadi outlier tidak begitu menyakitkan dan mengancam keselamatan.
Kubaca kalimatnya, tentang menjadi outlier yang seringkali menyakitkan dan bahkan bisa mengancam keselamatan. Keningku berkerut, pilihan kalimatnya, emoticon nyengir yang seolah menutupi semua. Aku membacanya, sebagai kalimat yang bukan cuma di permukaan. Aku dibuat bertanya-tanya, sebegitu menyakitkankah menjadi outlier bagi penulis kalimat tersebut, sampai hal itu mengancam keselamatan? Ah, mengetik ini saja rasanya kelu. Apa maksudnya dengan dua kata yang digandengkan itu?

Sebenarnya ini bukan yang pertama, sebelumnya, aku membaca tulisannya tentang setiap orang merasa kesepian, sendiri. Di lain waktu, kubaca tulisan lain masih darinya, tentang perjalanannya, yang diantara panjang dan berliku ceritanya sebenarnya tersisip kalimat yang nadanya mirip dan semakna. Aku harap aku saja yang sok tahu. Atau jika aku benar, semoga bentuk keberaniannya menyiratkan makna itu sebagai bukti, kalau ia akan menghapus pemikiran buruk itu. 

***

Outlier, sebelumnya aku tidak terlalu familiar dengan istilahnya. Tapi bukan pertama bertemu juga, pernah diceritakan teman sinopsis film bertema atau berjudul outlier. Intinya sih pengecualian, orang-orang yang terasing, tidak sama seperti kebanyakan orang, mungkin tidak searah dengan arus utama.

Kalau tentang soliter, kesendirian, kesepian (loneliness), aku paham, bahwa fitrahnya manusia itu sendiri dan akan pulang sendiri juga. Ia bertanggung jawab sendiri akan amal perbuatannya. Aku juga paham, kalau kesendirian, kesepian itu tidak nyaman. Seperti balita, atau bayi, yang jika tidak melihat ibunya menangis. Aku pernah menulis tentang loneliness di sini kayanya hehe. 

Tapi outlier itu agak beda kan ya dengan loneliness? Outlier itu jadi orang yang berbeda, terasing, bisa dibawa ke negatif sebagai orang aneh, atau ke positif sebagai orang yang unik. 

Bagi manusia, remaja terutama, menjadj outlier itu pasti menyiksa. Remaja atau ABG kan gitu, ia memiliki keinginan untuk diterima oleh lingkungannya. Maka banyak yang menyamakan diri dengan arus meski tak nyaman . Teman-temannya suka makan pedes, dia ngikut. Teman-temannya hobi ngerumpi, dia ikut. Di masa ini, menjadi outlier itu semacam jadi bocah ilang. Main sendiri, makan sendiri, mau gabung juga susah, ga nyambung obrolannya. 

Tapi perspektif tentang outlier bisa berubah kalau kamu baca buku-buku islami hehe. Aku, jujur saja semakin ingin 'berbeda' dan menjadi 'pengecualian' sejak tahu bahwa yang sedikit, yang asing, meski ga semua, adalah yang dicintai Allah. Ini perlu detail, ga bisa dipotong tanpa pelengkap. Orang sedikit, orang asing mana yang dicintai Allah? Oh ya, kalau istilah arabnya ghuroba

Pertama islam, islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali kepada menjadi asing. Maka beruntunglah orang-orang yang asing. Siapa orang-orang asing yang beruntung? Orang-orang yang berbuat baik selagi manusia berbuat kerusakan. 

Kedua, orang yang berbuat balik saat mayoritas manusia berbuat kerusakan. Ini seperti mayoritas orang yang memilih riba, dan orang-orang asing yang menjaga harta dan apa yang ia makan dari riba. Atau seperti korupsi yang sudah menjerat sampai jadi sistem, dan orang-orang asing yang menghindarinya. Seperti sekelas yang mengerjakan ujian nasional menilik kunci jawaban beli sekian juta, dan seorang siswa biasa, yang tidak terlalu pintar tapi mengerjakan semua sendiri meski satu kelas bahkan gurunya memaksanya menggunakan kunci jawaban tersebut. Atau seperti pedagang yang timbangannya benar, meski pedagang lain hampir semua mengakali timbangannya. Atau seperti, orang yang memungut sampah di jalan dan memasukkannya ke tong sampah, sedang yang lain seenaknya melempar bungkus minuman atau makanannya. Dan masih banyak contoh lain. 

Ketiga, orang-orang yang bertambah iman dan takwanya selagi manusia berkurang iman dan takwanya

Keempat, orang-orang yang menghidupkan Sunnah dan mengajarkannya kepada manusia. 

***

Orang-orang yang disebutkan sedikit jumlahnya di quran, mereka juga outlier. Yang bersyukur, yang beriman. Sedangkan orang-orang yang termasuk golongan berjumlah banyak, yang tidak bersyukur, yang tidak beriman, fasik, bodoh, dll.*

***

Menjadi outlier itu tidak mudah, aku tahu. Kadang memang bukan sekedar tidak nyaman, bisa sampai menyakitkan. Tapi semoga ga sampai mengancam keselamatan. Sungguh, meski menjadi outlier itu ga enak, bukan berarti kita menyerah hanya karena kita outlier

Kalau sepi, ngerasa sendiri, dan perasaan menyiksa itu hadir, jadikan itu momen untuk mendekat padaNya. Saat itu, kau bisa mendekat padaNya lewat doa, berbicaralah padanya dalam lirih, angkat tanganmu, ungkapkan padaNya perasaanmu, Allah akan menjawab doamu, akan Allah tenangkan hatimu, dan perasaan menyakitkan itu akan hilang. Kau juga bisa mendekat padaNya dengan membaca kalamNya, pelan, meski terbata. Jangan terpaku pada jumlah ayat, baca saja pelan, jika masih terasa hanya sampai lidah atau tenggorokan saja, baca artinya, minta pada Allah agar dimudahkan menjadikan quran sebagai adz dzikr. Kau juga bisa mendekat padaNya dengan shalat, dua rakaat sunnah. Atau dengan sedekah, atau dengan puasa. Atau bahkan sekedar masuk dan berdiam di rumahNya, jika kau berniat untuk mendekat padaNya, bahkan kau berdiam diri di rumahNya, dalam keterasingan sebagai outlier bisa menjadi pereda kecamuk di dada. Di rumahNya, kau bisa shalat sunnah, shalat berjamaah, mendengarkan lantunan tilawah orang lain, berdoa, berdzikir, tafakkur, menghitung nikmat ibarat menghitung bintang di langit, dan bahkan bisa jadi Allah pertemukan dengan orang yang sama-sama merasa terasing juga.


Allahua'lam bishowab. 

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya