#hikmah #selftalk
Beberapa waktu yang lalu, qadarullah, disambungkan dalam beberapa percakapan dengan teman. Lewat percakapan itu, aku jadi tahu sedikit lebih detail tentang teman tersebut. Dan persepsiku jadi banyak yang berubah.
Misal, aku pernah menulis tentang rasa syukurku terlahir sebagai perempuan, ga punya kewajiban cari nafkah. Lalu mendengar detail hidup dua perempuan, aku seketika menyesal, malu. Menyesal karena menulis itu, bagaimana kalau dua orang itu membaca tulisanku? Ga semua anak perempuan, tumbuh dan dewasa, tidak bekerja, oke-oke aja. Ada yang ingin segera menikah, tapi kondisi mengharuskannya merantau, bekerja. Kedua orangtuanya, biaya hidupnya, mengharuskan ia bekerja. Ada juga.. yang karena himpitan kondisi keuangan, ia merasa tertekan akan tuntutan kakak-kakaknya untuk menafkahi ibunya. Yang meski ibunya menikah lagi, ayah tirinya tidak bekerja dan tidak bisa menafkahi. Kakak-kakaknya sudah menikah, mereka sibuk sendiri memenuhi nafkah keluarganya. Padahal sang adik, yang bekerja ini perempuan, sejak SMP selalu mendapat beasiswa karena tidak ingin membebani keluarganya. Bagaimana perasaannya, aku tidak tahu. Tapi jujur, aku malu. Malu.
Ya, setiap orang unik, bukan hanya dirinya yang unik, tapi juga situasinya, latarbelakangnya, dan bahkan garis hidupnya. Seperti seorang perempuan lain yang sudah menyelesaikann studinya hingga S2, kemudian ia bekerja, tapi yang ia temui justru kata-kata pedas dari sekitar. Ngapain S2 ujung-ujungnya kerja juga levelnya sama kaya yang lulusan S1, bahkan pengalamannya kurang. Atau ada yang sudah sampai sedang S3, tapi lagi, ada saja bibir yang menyikut hati ibunya, perempuan itu mendengar ibunya curhat, tentang ukuran uang yang harusnya didapatkan untuk lulusan universitas X. Ada juga perempuan yang lulus S1, ingin bekerja sesuai bidangnya, di "lapangan", tapi demi menjaga ibu dan adiknya, ia memilih tidak menerima tawaran pekerjaan itu. Ia mengaku, keingin untuk "lari" ada, tapi hati mana tenang, saat ayah kerja di luar negri, dan ibu tidak lagi muda, serta adik masih kecil.
Dan dari perempuan-perempuan hebat tersebut, dengan keunikannya itu.. ada pula aku. Aku, yang masih sibuk memikirkan diri sendiri, aku yang masih belum bisa bersyukur atas tiap tetesan nikmat. Aku..yang masih harus terus belajar dan memperbaiki diri. Aku yang sering lalai, lupa. Kesannya kecil ya? Padahal lupa dan lalai itu bisa menjadi kesalahan besar jika dilakukan berulang kali.
***
Lewat keunikan perempuan-perempuan, yang detail hidupnya sedikit dibuka lewat sedikit percakapan, Allah seolah ingin aku belajar dan memetik hikmah lebih banyak. Ayo bell.. jangan buang waktumu, syukur itu mengejawantahkan nikmat, kamu memiliki kaki, maka jangan diam, melangkah bahkan berlarilah. Kamu memiliki tangan, gunakan untuk bekerja. Katanya kamu punya mimpi, ayo.. berusaha dan berdoa, jangan jadikan mimpi cuma angan-angan.
Ada begitu banyak nikmat harus kau syukuri bell.. ayolah, berusaha mensyukurinya, satu per satu, bukan cuma dengan lisan, tapi juga dengan amal. Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya