Follow Me

Monday, January 9, 2017

Hoax, Framing dan Senjata Media

#blogwalking

Bismillah.
Bebaskan dirimu dari hoax. Berita bohong nggak ada manfaatnya. Malah rugi yang didapat. Bagi diri kita dan juga orang lain. Itu artinya, kita sama sekali nggak boleh menjadi penyebar hoax dan sejenisnya.

Lalu, apa sikap terbaik kita dalam menerima informasi? Tabayyun alias cek kebenarannya: pengecekan, pemeriksaan, dan penelitian. Kalo dapetin info dari satu sumber, kudu mau mencari sumber lain untuk masalah yang sama. Nah, berat memang. Tetapi itu jauh lebih selamat daripada kamu maen share aja. Intinya sih, tidak mudah percaya dan tidak mudah membagikan informasi yang belum diketahui kebenarannya dan sumbernya. Ok?
- O. Solihin, Perang Melawan Hoax
Baca lengkapnya di link di atas yaa...

***
Rasanya ada banyak sekali kutipan yang ingin aku kopas dari sana. Tapi takutnya tulisan ini jadi terlalu panjang, padahal isinya, bisa dilihat di sumber asli. Jadi.. aku memutuskan untuk menulis inti-inti yang aku dapat aja.

Hoax dan Framing
 
Hoax berita bohong, bisa juga isinya olok-olok. Biasanya tersebar luas tanpa ada sumber yang jelas. Kalau hoax 100% bukan fakta, beda dengan framing. Framing adalah fakta yang dipilih sebagian saja, untuk menggiring opini pembaca/konsumen media. Baca lengkapnya di sana ya..

Senjata Media

Media, merupakan salah satu senjata mengerikan meski bentuknya tidak melukai secara fisik. Media bisa menggiring opini, mengubah ideologi dll. Disebutkan di tulisan O. Solihin tsb, kutipan ucapan bos CNN, Ted Turner.
“Kitalah para news director, orang yang paling berkuasa di dunia, karena kita mempengaruhi publik, kita menemukan definisi news. Kita memilih news yang kita anggap perlu ditonton publik dan kita menyensor sendiri” - Ted Turner
Jadi tahu ada orang bernama Murdoch yang memiliki media News Corporations. Bahkan disebutkan juga tokoh fiksi di film James Bond yang mirip dengan Murdoch. Lengkapnya baca di link teratas yaa...
Objektif, Subjektif
 
Objektif tapi Subjektif? Maksudnya? Objektif harus cari tahu apakah sebuah berita fakta atau bukan. Subjektif di sini, kita harus tetap ada keberpihakan pada Islam. Jangan karena satu oknum melakukan korupsi, kita anggap semua pejabat islam sama semua

Tabayyun itu berat, tapi...

Pasti malas dan cape rasanya harus cari tahu kebenaran satu berita dengan baca dari beberapa situs, teliti tingkat kepercayaan situs tersebut, dll. Tapi.. ayo ingat lagi kegigihan periwayat hadits. Di tulisan O. Solihin memberi contoh Bukhari. Baca lengkapnya di sana ya? hehe.
Imam Bukhari hafal ratusan ribu hadits lengkap beserta sanad dan pengetahuan para perawinya. Kendati demikian tidak semua hadits yang beliau hafal kemudian ia riwayatkan dan ia masukkan ke dalam kitabnya, melainkan ia menyeleksi dengan sangat ketat sanad dari hadits tersebut, apakah ia bersambung atau tidak. Keadaan para perawi hadits tersebut tidak luput dari pemeriksaannya, apakah ia tsiqah atau tidak. Sehingga ketika ia mendapati seorang perawi yang diragukan kejujurannya, ia pun meninggalkan hadits tersebut untuk tidak ia riwayatkan. Adapun jika perawinya tidak jelas kapabilitasnya atau terlebih lagi jika perawinya jelas akan kebohongannya, maka dengan tidak ragu ia tinggalkan hadits tersebut. Beliau berkata, “Aku tinggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan.”
- Sebagian kisahnya dari tulisan yang sama, O. Solihin
***

Ckckck.. Di akhir O. Solihin bertanya, siap ga perang media? Hm... antara jadi takut dan semangat untuk jadi bagian yang membangun Media Islam, kan media cuma bisa dilawan sama media, bener ga? Hehe.

Untukku, untukmu.. tetaplah menulis, menulis ayat-Nya, menulis kebenaran. Semangka~

Bye..

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya