Halu-a
Isabella Kirei
October 31, 2017
0 Comments
Bismillah.
-Muhasabah Diri-
Prolognya aneh ya? Hehe. Peace V Abaikan saja prolognya.
***
Innal insana khuliqa halu-a
***
PS: Maaf kalau ada kesalahan transliterasi. Tulisan ini saya intisarikan dari video ustadz Nouman yang berjudul Divine Remedy.
-Muhasabah Diri-
Mengapa tidak ditulis 'halua', mengapa harus ditulis 'halu-a'? Pertanyaan ini yang pertama melintas di otakku saat hendak menulis tentang ini. Aku menjawab pertanyaan diriku sendiri, mungkin lebih baik jika ditulis dalam aksara aslinya, dengan huruf arab-nya.
Prolognya aneh ya? Hehe. Peace V Abaikan saja prolognya.
***
Innal insana khuliqa halu-a
Manusia diciptakan untuk reaktif. Bicara dari segi fisik, ketika tubuh kita ada asupan energi, ada reaksi rasa lapar dari tubuh kita. Saat jari kita tergores tajamnya pisau, ada reaksi rasa perih, reaksi sel-sel yang memperbarui dan menutup lukanya. Dari segi spiritual dan psikologis, kita reaktif. Para ulama memaknai kata halu-a melalui contoh-contoh bentuknya, seperti rasa tamak (greed). Contoh-contoh reaktif lain adalah mudah marah, rasa takut/pengecut, mudah menyerah, pelit.
Sifat-sifat reaktif ini.. kita diciptakan seperti itu. Itu state normal kita. Innal insana khuliqa halu-a
Cara mudah melihatnya adalah dengan melihat anak kecil, atau melihat sifat-sifat childish kita. Seperti anak kecil yang tidak suka mainannya dipegang oleh temannya, kita reaktif, kita pelit. Seperti anak kecil yang mudah tantrum, menangis dan marah saat ia tidak mendapat yang ia inginkan. Seperti anak kecil, yang mudah merasa teragitasi. Kita reaktif, itu state normal kita.
Seiring kita tumbuh dan besar, menjadi manusia dewasa, kita belajar untuk tidak reaktif. Kita belajar. Seperti seorang petinju, yang berlatih ribuan jam, agar tidak mudah jatuh dan segera KO, belajar menahan rasa sakit berkali-kali dipukul, belajar untuk tidak reaktif. Kita juga perlu melatih psikologis dan spiritual kita untuk tidak reaktif. Caranya?
Illal mushollin, alladzinahum fii shalatihim daa-imun
Ketika kita shalat, kita melatih diri untuk berdiri dalam keadaan rendah hati di hadapan Allah, Ilah dan Rabb kita. Kita berlatih untuk tidak reaktif, karena kita sedang dalam urusan yang sangat penting, menghadap zat yang paling penting dan berkedudukan tinggi.
Ayat berikutnya, juga cara untuk melatih kita agar tidak reaktif.
walladzinahum fii amwalihim haqqum ma'lum, lissaa-ili wal mahrum
Ketika kita belajar untuk bersedekah, menyediakan sebagian harta kita untuk yang tidak mampu. Kita berlatih untuk melihat ke bawah, melihat bahwa kita punya banyak sekali nikmat untuk disyukuri ketimbang jumlah masalah untuk dikeluhkan. Bahwa kita berlatih, belajar.. bahwa ada orang yang memiliki ujian yang jauh lebih berat dibanding yang Allah uji pada kita.
Sifat reaktif ini, mungkin memang state normal kita, tapi bukan berarti kita jadi membiarkannya saja. Kalau kita tidak mau berkali-kali jatuh dan reaktif terhadap kondisi yang tidak nyaman, kalau kita tidak mau berkali-kali bersikap salah hanya karena kereaktifan diri. Kita perlu memperbaiki shalat kita. Lalu berlatih lagi dan lagi agar tidak reaktif, agar tidak halu-a. Belajar lagi dan lagi.
Allahua'lam.
PS: Maaf kalau ada kesalahan transliterasi. Tulisan ini saya intisarikan dari video ustadz Nouman yang berjudul Divine Remedy.