Akhirnya Diganti, Meski Setengah Gak Rela
Isabella Kirei
September 29, 2017
0 Comments
Bismillah.
#random #gakpenting
*warning* better not read this wkwk. Sesal itu lebih baik dicegah dari pada diobati. Isinya beneran gakpenting untuk selain diri.
***
Pinned post blog ini diganti, akhirnya.. Setelah beberapa lama, tulisan Komunikasi Terbaik bertengger di atas. Setengah hati menurunkannya, karena jujur aku merasas belum bisa menjaga komunikasi terbaik dengan orang tua. Meski sekarang alhamdulillah tidak seburuk dulu^^
Sejujurnya, tulisan Komunikasi Terbaik saya biarkan berlama-lama di pinned post adalah untuk mengingatkan pengunjung setia blog saya, yaitu.. saya sendiri. Untuk mengingatkan diri, lagi dan lagi agar bisa menjaga dan memperbaiki komunikasi dengan orang tua. Bagaimana untuk terus terang, untuk jujur, untuk transparan, untuk mengumukakan pendapat, berdialog dan diskusi dengan baik. Bagaimana tidak sering diam, karena diam seringkali jadi kebohongan, yang kebenarannya menyakiti hati. They will hurt when they knew something you never told them. Aku tahu padahal, rasa sakitnya ga tahu. Tapi sering mengulang, hanya karena alasan merasa lebih baik tidak cerita hal buruk dan cuma menunjukkan hal-hal baik saja.
Tapi mereka, orangtua kita berhak tahu, apa masalah kita, mereka juga murabbi kita, mereka akan lebih senang kalau kita minta pendapat mereka, memberitahu masalah kita dan mendiskusikan bersama bagaimana menyelesaikan masalah. Saling bertukar opini dengan baik meski berbeda arah, mencari jalan tengah, saling setuju dan saling berkompromi. Komunikasi yang sehat, yang tidak ada nada naik. Atau gapapa awalnya ada nada naik, mungkin habis itu kita nangis karena merasa bersalah belum bisa berkomunikasi dengan baik. Tapi kemudian kita berusaha menjalinnya lagi, saat hati sudah sama-sama lapang dan emosi sudah sama-sama dingin. Komunikasi yang sehat, komunikasi yang terbaik. Komunikasi.. bahkan sekedar ada-nya komunikasi saja aku masih harus belajar.
***
Tulisan Komunikasi Terbaik juga sebenarnya aku biarkan berlama-lama dipinned, untuk mengingatkanku juga.. Bahwa bukan hal lain yang orangtua inginkan, selain komunikasi terbaik. Juga untuk mengingatkanku, bahwa aku perlu belajar bagaimana menjadi qurotta a'yun bagi kedua orangtuaku, setelah sempat menjadi duri dalam daging TT sering mengecewakan TT sering menyakiti hati mereka TT sering mengagetkan mereka dengan hal-hal yang tidak enak TT jujur takut. Takut kalau aku termasuk anak yang durhaka TT Malu dan rasanya begitu hina, kalau membaca tulisan atau quotes, betapa rugi seorang anak, yang Ayah dan Ibunya masih hidup, namun tidak bisa mendekati pintu surga melalui keduanya TT
Ingin rasanya, belajar ulang, seolah aku anak kecil. Ikut seminar/workshop mirip BundSay-nya IIP. Ada PR-nya setiap hari. PR untuk belajar tentang orang tua, belajar untuk jadi anak yang baik.
- belajar makanan yang disukai atau tidak disukai Ayah dan Ibu
Ayah ga suka jangan ketewel. Ibu suka tahu goreng isi, ibu suka makan jangan satu jenis tapi banyak. Ayah makannya sedikit, nasi sedikit, lauk sedikit, tapi sering. Ibu suka minum chocholatos, atau teh hangat. Ayah suka cemilan yang lunak, pisang goreng tanpa tepung, roti yang lembut, bakpia kacang kedelai.
- belajar tentang hal unik yang perlu kita tahu dari Ayah dan Ibu
Ibu alergi udara malam Agustus-September sering flu di masa-masa itu, sudah sejak muda katanya. Ayah kalau sudah terlalu banyak merokok jadi sering batuk-batuk, perlu diingatkan untuk mengurangi rokok dan ngopi. Ibu tidak tahan dengan air dingin, kalau wudhu shalat malam/shubuh dengan air dingin pasti bersin-bersin, mungkin perlu diniatkan beli boiler air, kakak juga seperti itu soalnya. Ayah rajin sekali dengerin ceramah download dari youtube sebagai pengantar tidur malam maupun siang. Ayah punya ribuan ide untuk entrepreuner, tapi mudah bosan, dulu pernah menumbuhkan bibit-bibit pohon cabe, sekarang sedang asik membuat pot-pot hasil recycle kain bekas yang diberi semen. Itu semangat yang ga pernah turun, semacam passion. Aku diajarkan untuk memulai dari hal kecil, jangan menunggu semua keadaan nyaman. Seperti Ayah yang memulai buat pot dari nol, dari satu sampai sepuluh, lalu dobelin lagi semennya, lalu di cat, nanti katanya mau dijual kalau sudah banyak.
- belajar untuk mendekat ketika dipanggil dan tidak mendengar dengan jelas
Dulu, mungkin juga sekarang, aku lebih sering bertanya "apa? kenapa?" tanpa mendekat, padahal harusnya aku mau meninggalkan pekerjaanku sejenak, mendekat ke Ibu yang berada di kamar, atau Ibu yang sedang menyetrika untuk mendengar lebih jelas perintah Ibu. Lebih sering bertanya, "apa? kenapa?" tanpa mendekat, padahal aku seharusnya meninggalkan laptop/hape-ku sejenak, mendekat ke Ayah yang berada di dapur buat bakso, atau sedang di depan rumah buat pot.
- belajar untuk segera melakukan perintahnya, tanpa kata "nanti", atau justru menolak
Belajar segera melakukan, bukan menolak, bukan protes dan menyuruh adik, tapi menerima dan segera mengerjakan, entah itu menjemur, atau menyapu, atau mencuci piring. Belajar segera melakukan, bukan menawar nanti, bukan menunda jam 10 aja. Tapi menerima dan segera mengerjakan, entah itu beberes kamar, membuat bakso, atau membantu mengetikkan/membalas sms.
- belajar mengemukakan pendapat dengan kalem, ga dengan nada tinggi dan memaksa
Perlu proses memang, setelah tahu orangtua kita punya pendapat X dan rencana Y yang jauh dari pendapat A kita dan rencana B kita. Tapi kita harus belajar, ya.. belajar. Belajar untuk mengkomunikasikan pendapat kita. Ada waktunya memang, kita diam dan menurut saja. Mungkin memang pendapat dan rencana orangtua kita benar. Tapi ada masa, ketika kita berani mengemukakan pendapat kita dengan kalem, dengan cara yang ahsan. Karena menerima dan nurut tapi dalam hati dongkol dan sebel itu tidak baik juga. Karena bukan seperti itu komunikasi yang baik. Ingatkah? Pertanyaan, mana yang lebih cepat seorang P yang mendekat ke Q, atau Q yang berjalan ke P, jika kecepatan P adalah 20cm/s dan kecepatan Q 40cm/s? Ingatkah jawabannya? Dua-duanya mendekat P dan Q sama-sama mendekat, komunikasi dua arah. Hayo, dari tulisan mana? Tulisan ini bell..
Dan PR-PR jurnal lainnya. Temanya apa dan urutannya baiknya gimana aku juga gatau, kan ga ada kelasnya hehe. Pengen banget ada kelas macem itu. Seperti Orangtua, atau Ibu, yang bisa belajar menjadi Ibu yang baik lewat kelas IIP yang dari level 1 sampai level sekian. Anak harusnya ada juga dong? Kelas untuk bisa menjadi anak yang baik? Harusnya mah ini belajar dari kecil ya? Belajar dari liat dan meneladani bagaimana sikap Ayah atau Ibu ke Nenek dan ke Kakek? Harusnya mah belajar dari kecil ya? Dari belajar kisah-kisah dalam Quran, belajar tafsir dan penjelasan Quran tentang pentingnya berlaku ahsan kepada orangtua? TT Tapi kan.. ada juga anak, yang ditengah perjalanannya mendewasa, tersesat, dan harus belajar ulang caranya jadi qurotta a'yun bagi orang tuanya TT ahh jadi mellow.
***
Instead of asking Allah to give us a qurotta a'yun spouse and children, I want to become a qurotta a'yun children for my parents, and a qurotta a'yun spouse for my future husband *ehm **kalau ketemu di dunia.
Aku tahu ini terlalu banyak hal-hal privasinya, yang harusnya ga di publish. Kebanyakan curhat bell.. tapi kan. Izinkan aku publish ya, satu dua menit, atau satu dua jam, untuk kemudian aku balikin ke draft lagi. In syaa Allah.
Allahua'lam.