Follow Me

Friday, November 25, 2016

Diamkan, Hingga Semua Terungkap

Bismillah.
Alkisah dalam suatu sosmed, saya membaca status seorang ukhti. Ia bercerita tentang sikap diam-nya. Aku tahu dari beberapa pertemuan, kalau ia seorang introvert. Ia bercerita, kalau ia sedih diam-nya jadi salah tangkap? Orang berprasangka ia melakukan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan. Dan ia menulis, bahwa ia akan tetap diam saja, toh pada akhirnya semua akan terungkap di akhir episod, seperti di film-film atau di buku-buku.

Aku terhenyak. Aku teringat, masa-masa aku introvert, juga teringat masa-masa aku ekstrovert. Teringat tentang pilihan diam atau bicara yang harus dipilih, pada situasi apa kita harus bicara, pada situasi apa kita harus menahan lidah kita

***


Saat diam adalah emas 

Diam adalah emas, jika yang keluar dari lisan kita adalah hal-hal sia-sia. Diam adalah emas, saat justru dengan berbicara, bisa memperkeruh suasana. Diam adalah emas, saat kau punya segumpal kata-kata tajam, tapi kau menahannya, karena mengingat Allah dan Rasul-Nya.

Diam.... aku masih banyak belajar untuk diam. Belajar untuk menahan komentar. Berlajar.. untuk menahan lisan yang seringkali melukai orang yang mendengarku. Belajar.... agar diamku menjadi emas.

Saat bersuara mengurai kesalahpahaman

Komunikasi adalah hal yang penting, karena orang lain tidak bisa membaca pikiran kita. Bersuara menjadi penting, jika ada sesuatu yang perlu kita luruskan. Bersuara menjadi penting, agar tidak ada salah paham diantara teman-teman dan diri kita. Bersuara penting, untuk menegungkapkan pendapat kita, karena jika tidak disuarakan, kita mungkin nyinyir dibelakang.
Ah, ini aku juga masih belajar. Pernah membuat saudari-saudariku kerepotan menunggu dan mencariku, saat aku memillih diam dan kabur, ketimbang berkomunikasi dengan mereka. Ada saat ketika kita tidak perlu bercerita tentang diri, namun ada saat lain, dimana bercerita tentang diri bisa mengurai kesalahpahaman, dan dengan bersuara, suasana jadi nyaman lagi, tanpa banyak prasangka yang siur-maur.

Saat menyeimbangkan keduanya

Ini yang sulit. Seimbang itu... menurutku sangat sulit. Bagaimana kita bisa seimbang diam dan bersuara, seimbang kapan harus jadi juru bicara, dan kapan harus menjadi pendengar yang baik. Seimbang, agar tidak ada pihak yang terzalimi. Karena seringkali... terlalu banyak diam bisa menzalimi diri sendiri, atau juga menzalimi pihak lain yang terus menerus dipaksa berbaiksangka pada diri. Sebaliknya terlalu banyak bersuara juga bisa menzalimi diri sendiri dan orang lain.

Aku tahu tidak seharusnya aku membahas ini, tapi kata seimbang seringkali mengingatkanku pada langit di atas kita. Betapa menakjubkan, seimbang, berdiri kokoh di atas sana meski tidak ada tiang yang menyangganya. Kunci belajar hidup seimbang adalah usaha, dan doa. Karena sekedar usaha tidak akan bisa, doa... kepada Allah, yang menciptakan makhluk-Nya dengan keseimbangan yang menakjubkan, termasuk pada diri kita, wajah kita, dll.

***

Semoga Allah jadikan kita orang yang bijak, yang bisa memilik kapan harus bersuara, dan kapan harus berhenti bersuara, kapan harus berbicara, dan kapan harus mendengar dan menyimak. Aamiin.

Saya juga masih belajar, jangan sungkan untuk saling menasihati.

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya