Follow Me

Monday, November 28, 2016

Perasaan Tak Terdeskripsi

Bismillah.

undefined feeling i wish you didn't feel
Alkisah, suatu sore saya dibuat mellow karena satu hal kecil, seseorang yang saya anggap dekat, tidak bercerita tentang suatu hal. Awalnya saya biasa saja, agak kaget karena mendengar 'suatu hal' tentang seseorang dari orang lain. Bingung? Beginilah kalau sok meng-abstrak, mau pake inisial A, B, C? Ga perlu lah ya.. intinya mah gitu, aku jadi mellow, dan sensitif karena 'diam'-nya seorang saudari.

Lalu aku berpikir, apakah ia merasakan hal yang sama? Saat aku memilih untuk diam, dan tak pernah bercerita tentang masalahku? Jika iya... aku minta maaf. Pada siapapun, padamu, pada semuaa.. Termasuk pada Ayah, Ibu, kakak dan adikku. Karena kemarin-kemarin itu.. aku sedang introvert akut, memilih memutus semua komunikasi, takut tumpah ruah segala tangis dan duka, takut jatuhnya mengeluh. *padahal di sini suka mengeluh ya? Wkwk. Begitulah, bukannya cerita, aku lebih suka menulis, di sini, atau di blog puisiku.

Inti tulisan ini sebenarnya mau meminta maaf sih. Sungguh, bukan berarti aku tidak percaya pada kalian, padamu. Aku.. aku hanya begitu sulit mengekspresikan apa yang kurasakan, justru pada orang-orang terdekat. Sama orangtua juga baru kemarin-kemarin akhirnya terbuka, tentang semua. Ada luka lama *ah alibi yg sama* yang membuatku lebih suka berlarut kesedihan sendiri, jangan ditiru ya hehe... Tapi kini aku udah belajar kok, seintrovert apapun kita, masih perlu ada orang yang kita ajak diskusi, karena nyatanya seindividualis apapun kita, kita tetap mahluk sosial.

***

Teman yang aku bicarakan di awal paragraf itu adalah sahabat yang baik, saudari yang baik, hanya aku saja yang sedang mellow. Padahal itu haknya, untuk cerita pada siapapun yang ia mau. Seperti hak diriku, untuk tidak bercerita pada banyak orang.

Teman yang aku bicarakan di awal paragraf itu adalah sahabat yang baik, saudari yang baik, hanya aku saja yang sedang mellow. Aku teringat suatu waktu, saat aku menghadap dosen wali, kemudian beliau bercerita seorang sosok jurusan X yang menanyakan kondisiku. Aku mendengar hal itu merasa lega, merasa sedih juga, karena belum bisa menjadi sahabat yang baik. Lewat dosen wali-ku, aku jadi tahu... ia pasti khawatir saat aku 'menghilang dari peredaran'. Dan itu cukup untuk menegaskan.

Teman yang aku bicarakan di awal paragraf itu adalah sahabat yang baik, saudari yang baik, hanya aku saja yang sedang mellow. Ah, susah ya, mengatur diri yang terlalu sensi. Kadang ada hal-hal yang tak perlu ditangisi, hanya perlu dikroscek dulu, malah milih bermellow ria, lalu membiarkan pikiranku melukai diriku.

***

Aku... diriku... masih belum bisa menjadi teman atau sahabat yang baik. Aku... diriku... masih belajar mengeja makna sahabat, teman, ukhuwah. Aku lemah di sini, ada luka lama *eh, ngeles lagi wkwkwk. Tapi beneran kok hehe, beneran ada luka lama tentang ini, jadi memang masih belajar. Aku sedang dalam proses penyembuhan luka lama itu, mohon doa-nya hehe. Ya, masih dalam proses penyembuhan meski masih kaya anak kecil, suka kabur kalau udah lihat obat, atau obat merah kkkk.. Ah analogi yang sama, berulang, bosen ya? Hehe.

Udah ah, daripada makin ga jelas hehe. Intinya aku meminta maaf jika ada seseorang yang merasakan perasaan tak terdeskripsi, karena aku ga pernah cerita yang mellow mellow. Bukan aku tidak percaya, tapi ini kelemahanku, masih tidak bisa terbuka, bahkan ke orang-orang terdekat. Uniknya, bisa saja cerita nangis bombay, justru pada orang asing yang lewat. Kalau kamu tanya mengapa, jawabanku akan sama, karena luka lama. Kalau kamu tanya, luka lama apa? Tanya langsung aja ya, in syaa Allah aku jelaskan. Luka lamaku tak sebesar luka tragis, yang dialami kanak-kanak suriah, palestina, rohingya, dll. Jadi... benar, kalau kamu lebih banyak mendoakan mereka.

Lho? Aaaaa.. kok jadi kesini? Udah ya.. beneran udah. Anyong J !

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya