Laporan
pandangan mata oleh: wartawan JITU, Rizki L, M Pizzaro dan Daus
***
4 November 2016, perjuangan muslim di Indonesia |
Bismillah.
D-O-R
Suara tembakan menggelegar di atas langit Ibu Kota, tepat
di Depan Istana. Mobil Barracuda itu menyemburkan cahaya yang bercabang
ke atas langit dan kembali bercabang menukik mengkilat keemasan.
“Blush..” asap menyebar melayang-layang menyergap hidung dan mata.
“Dor..” “dug..” Dor..” susulan tembakkan terdengar super
keras berdebam. Takbir menggema di segala penjuru di hamparan Jalan
Merdeka Barat selemparan batu dari Istana Negara kita. Polisi memegang
pentungan dan perisai mulai merangsek maju.
Lampu – lampu mobil baja itu berkelap-kelip. Gemuruh riuh
di sana-sini. “Brrrmmmm…” mobil Water Cannon itu mulai menderung
menyemburkan ribuan kubik air tak henti-hentinya.
Takbir bercampur haru di tengah hampir satu juta massa Aksi
Bela Islam atau Aksi Bela Al-Quran Jumat malam (04/11/2016) tepat pukul
19.30 WIB.
Berdasarkan laporan pandangan mata di lapangan, aksi
kericuhan bermula karena ketidak-jelasan Presiden Joko Widodo menemui
massa umat Islam yang menuntut penegakkan hukum atas dugaan penistaan
agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
Sebelumnya, Bahtiar Nasir, Jurubicara Gerakan Nasional
Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) mengabarkan mereka
hasil pertemuan dengan Wakil Presiden RI M Jusuf Kalla bahwa sudah ada
komitmen pemerintah memproses Basuki Tjahaja Purnama dalam waktu dua
minggu.
Tenggat waktu yang dinilai lama ini rupanya ikut memicu kemarahan massa yang datang hampir dari seluruh propinsi di Indonesia.
“Kenapa Pak Presiden tidak mau menemui kami yang jumlahnya
hampir satu juta orang? Sementara jika yang datang itu GIDI pelaku
pembakaran Masjid di Tolikara beliau malang mengundang ke Istana?’ ujar
seorang pria berbaju putih berjenggot tipis.
Kericuhan lain juga dipicu ulah perwakilan Himpunan
Mahasiswa Muslim (HMI) MPO yang sejak aksi turun ke jalan dimulai
memancing aparat ke amanan di posisi depan dengan teriakan dan
lemparan-lemparan benda.
Massa mulai panik ketika dimulai tembakan gas air mata di tengah massa.
“Jangan tembak kami, jangan tembak kami,” kata massa dengan
tenang. Namun, suara-suara minor itu terkalahkan dengan suara
menggelegar yang memenuhi awan. “dor..dor..dor..” Berpuluh-puluh gelegar
menggantung di atas langit Jakarta.
Korban gas air mata banyak terjadi di pihak massa Aksi Bela Al-Quran.
Air mata menggeliat tak terasa dari sudut mata. “Ya
Rabb…itu kiai dan habib kami ditembaki,” ujar seorang peserta massa
melihat mengapa polisi menembaki kea rah mobil yang ditempati para tokoh
Islam, kiai dan habaib.
Termauk diantaranya ada KH Bachtiar Nasir, Arifin Ilham,
Habib Rizieq Shihab dan beberapa lainnya. Di atas mimbar, Habib Rizieq
masih bergeming dan tetap menenangkan massa.
“Apa salah para ulama kami ya Allah,” lirih massa lainnya.
Sementara massa terus menutup hidung dan mengucek mata. Hawa yang
memekakkan mata membuat air mata terus berderai. Sebagian lari mencari
tempat aman.
Para jurnalis terhenyak, menutup telinga, suara tembakkan
yang berseru tak berhenti sekejappun. Semua menepi, mulai mengoleskan
secuil odol di kantung-kantung mata dan apasaja yang bisa menjadi
pengaman tubuh.
Sebagian membasahi wajahnya dengan air. Gas air mata sudah mengambang di pelataran Medan Merdeka.
“Allahu Akbar... Allahu Akbar, “teriak para wartawan yang ketakutan.
Sementara itu, di atas pick up, para ulama terus berseru
takbir, beristigfar bahkan sempat menyeru melafalkan Kalimat Tauhid.
“Lailahailallah..lailahailallha..lailahailallah..” ujar suara Habib
Rizieq.
Sementara tembakan gas air mata tak berhenti dan beberapa peserta aksi ada yang tumbang.
Nampaknya, seruan jangan tembak menguap dan sirna di udara
malam yang semakin memanas. Satu per satu peserta aksi tumbang, mual,
hingga batuk-batuk dan muntah. Nyala keemasan menyala di atas langit,
membentuk kabut merah.
Gemuruh semakin hebat. Massa hanya bisa pasrah ditembaki
hingga para kiai dan tokoh-tokoh Islam yang berdiri di mobil komando
Aksi Bela Islam. Kalimat takbir, tahlil, tahmid masih terus terlafal.
Habib Rizieq bahkan masih berkali-kali menenangkan massa sambal berlafal
kalimat tauhid lirih.
Tiba-tiba suara ketukan mikrophone menggelegar. “Saya
Panglima TNI, semua dengarkan saya, komando ada di saya,” ujar Jenderal
TNI Gatot berusaha menenangkan suasana di tengah tembakkan yang terus
terjadi. “Ini ada Kapolri ingin bicara, coba dengarkan,” kata Panglima
TNI menyerahkan mikrophone ke Kapolri.
“Saya Tito Karnavian, Kapolri kalian, kepada setiap anggota
kepolisian tolong hentikan tembakan,” kata Jenderal Tito yang datang
memerintahkan kepada anggotanya untuk tak menembak. Bukannya mereda,
suara tembakan justru semakin banyak.
“Tolong dengarkan saya sebagai Kapolri, hentikan tembakkan sekarang juga,” kata Tito kembali mengulang.
Namun, imbauannya tak digubris, suara tembakkan masih terus menggelegar. Polisi masih terus menembaki demonstran.
Jam 20.30 WIB suasana makin tak terkendali, massa sebagian mundur dan banyak terluka, terutama kena pengaruh gas air mata.
Pukul 21.00 malam massa umat Islam menarik diri
beristirahat di Masjid Istiqlal, sebagian terus melaku menuju Kantor
DPR-MPR Jalan Gatot Subroto - Jakarta untuk menginap dan beristirahat.
Sementara itu, suasana sekitar Istana Negara mulai sepi.
***
Saya hanya menyalin artikel di atas, sumber dan penulis asli, tercantum di bagian paling atas. Saya menyalin tulisan ini dari Istri Kang Rizki L, yang disampaikan di sebuah Grup WhatsApp. Rizki L adalah ketua dari JITU Bandung.
****
Mari sama-sama berdoa, agar masyarakat Muslim Indonesia diberikan kemenangan terbaik, sesuai rencana Allah. Semoga mereka yang bersalah dihukum. Semoga para ulama Indonesia diberikan perlindungan oleh Allah. Aamiin.
Allahua'lam.
****
Mari sama-sama berdoa, agar masyarakat Muslim Indonesia diberikan kemenangan terbaik, sesuai rencana Allah. Semoga mereka yang bersalah dihukum. Semoga para ulama Indonesia diberikan perlindungan oleh Allah. Aamiin.
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya