Bismillah.
Sebelumnya mohon maaf, sempat lupa ada fiksi yang masih bersambung hehe. Biar nyambung boleh baca dari awal di sini: Sebagai Ujian Satu Sama Lain, Sebagai Ujian Satu Sama Lain (2).
***
Aster dan Zeze sudah berada di atas tempat tidur masing-masing. Mencoba mencerna obrolan yang berlangsung kurang lebih tiga jam. Masing-masing berusaha menutup matanya, karena sudah pukul 22.00. Tapi ada gemuruh di dada masing-masing. Aster, yang tidak bisa tidur, karena dia akhirnya memilih menyembunyikan semuanya. Aster, tidak jadi bercerita pada Zeze, sahabatnya, tentang perjalanannya membaca buku-buku pengenalan Islam, tulisan-tulisan di internet, juga beberapa video.
Zeze, merasa tidak tenang, karena sebenarnya ia tidak menceritakan semuanya pada Aster. Zeze cuma cerita tentang kemungkinan pertemuannya dengan Abqari sebagai ujian. Ujian yang membuat hati Zeze gelisah, entahlah Abqari bagaimana. Tapi Zeze khawatir, kejadian berpapasan tadi sore, yang terjadi bukan hanya pandangan pertama, namun ada pandangan kedua. Zeze merasa bersalah, mengapa harus berpapasan dengan Abqari dalam kondisi tersenyum lebar, mengobrol dengan kawannya. Padahal Zeze pernah mendengar sebuah ceramah, bahwa sekedar senyum seorang akhawat bisa mengobrak-abrik hijab yang dibangun tingi-tingi oleh seorang laki-laki.
Zeze beranjak dari tempat duduknya... ada yang salah di hatinya. Ada yang harus ia tuliskan tentang pertemuannya sore tadi, bahwa bisa jadi, itu bukan hanya ujian, tapi ada hal lain. Zeze meraih hp-nya, membuka aplikasi blog, kemudian mengetik beberapa bait, mempublishnya. Kemudian berbaring lagi, mengulang beberapa hafalan quran, supaya ia tidak terpikir lagi kejadian sore itu.
***
pertanyaannya: ujian atau jawaban doa? |
Aster masih berbaring di tempat tidurnya, menggigit ibu jarinya, memandang kosong ke langit-langit kamarnya, kebiasaan ketika ia berpikir keras.
'Jika pertemuan Zeze dan Abqari adalah ujian. Mungkinkah pertemuanku dengan Zeze juga ujian? Ujian terhadap imanku terhadap Tuhanku?' pertanyaan itu berputar-putar di otaknya.
Aster memang sudah lama jauh dari agama yang ia anut. Hanya di KTP, hanya merayakan hari-hari besar saja. Selebihnya, ia biasa saja. Namun sejak bertemu Zeze, perlahan kepercayaannya goyah, ia lebih tertarik pada Tuhan yang Zeze sebut Allah. Ia lebih tertarik, bagaimana detail dan menyeluruh aturan agama Zeze. Apakah pertemuan Aster dan Zeze adalah ujian??
Aster membuka hp-nya, sekedar membaca beberapa pesan yang masuk ke aplikasi sosmednya, namun pikirannya belum beranjak dari pertanyaan yang sama. Ia hanya men-scroll pesan-pesan tadi tanpa benar-benar membaca.
Aster iseng membuka web browser di hp-nya, mengetik alamat blog puisi Zeze, berharap ada satu dua sajak yang bisa membuatnya terhibur atau merasa tenang
Ujian atau Jawaban Doa? by HujanKupukupu
Salahkah jika aku mengira
Pertemuan kami adalah ujian?
Benarkah jika aku berharap
Pertemuan kami adalah jawaban doaku dariMu?
Memang ada rasa bersalahBertemu dengannya sore tadiTapi ada perasaan lain,Senang, bersyukur?Seolah pertemuan kamiJawaban doaku dari-NyaSeolah satu momen pendek ituMenghiburku, La Tahzan...Jangan bersedih,Kata yang kudengar saat ituPadahal kami sama-sama bisuLalu pergi ke arah masing-masingPertemuanku, dengannyaPertemuan kamiUjiankah?Jawaban doa kah?
Aster seperti terserang listrik, ia segera beranjak dari tempat tidurnya, duduk, lalu buru-buru berdiri. Entah perasaan apa, seperti eureka? Pertanyaan di otaknya terjawab, oleh sajak-sajak yang ditulis sahabatnya, tiga menit yang lalu di publish.
"Wahh..." ucap Aster tanpa sadar, terkesima. Ia mulai melompat-lompat kecil, girang, dan puluhan rasa indah lain yang tidak dikenal bahasa..
Aster melemparkan tubuhnya ke tempat tidurnya, menghela nafas lega.
"Tuhan... apakah pertemuanku dengan Zeze adalah jawaban doaku padamu, yang kupanjatkan empat tahun yang lalu?" Aster berbisik pada dirinya sendiri.
The End.
***
PS: Gimana? Bagus ga endingnya? Hehe. Semoga bukan termasuk fiksi yang buruk hehe. Ini cerpen kalau digabung. Jadi berapa lembar ya? Tiba-tiba teringat masa SMP, disuruh buat cerpen minimal 4 lembar maksimal 6 lembar, dengan format tertentu. Udah ya? Sampai jumpa lagi di lain waktu, kalau lagi mood buat tulisan fiksi/cerpen/cerbung. Hasta la vista! Bener ga? Hehe. Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya