Follow Me

Thursday, November 10, 2016

Sebagai Ujian Satu Sama Lain (2)

#fiksi

Bismillah. 

Baca bagian pertamanya di Sebagai Ujian Satu Sama Lain

***
"Pernah ga kamu buat benteng tinggi-tinggi, terus... Hanya karena sebuah angin sepoi, benteng tersebut luluh lantak?" tanya Zeze.

Aster yang sebenarnya tidak terlalu suka kiasan, ekspresinya beku. Dalam hati ia berbisi, 'jangan banyak pakai kiasan Ze.'

"Pernah ga?" tanya Zeze. Aster menggeleng. Zeze tersenyum melihat ekspresi Aster. Zeze sebenarnya bukan tipe guru yang bagus, ia suka muter kesana sini untuk menjelaskan satu hal. Tapi Aster katanya siap menyimak penjelasan panjangnya.

"Sorry, sorry. Yang tadi lupain aja. Jadi gini, kalau di Islam, manusia diciptakan sebagai khalifah di Bumi. Dan selama di hidupnya manusia akan bertemu banyak ujian. Kalo konsep yang ini paham kan?" tanya Zeze

Aster mengangguk. Meski ia tidak menganut agama Islam seperti sahabatnya Zeze, ia cukup tahu banyak konsep-konsep pemikiran Islam. Termasuk tentang khalifah, dan ujian.

"Yang kamu pernah sebutin dari Quran, Tuhan menciptakan hidup dan mati untuk menguji manusia?" jawab Aster balik dengan tanya.

Zeze mengangguk, senyumnya mekar. Dalam hati Zeze mengakui, Aster memang gadis yang pintar, dan sangat kuat ingatannya. Ayat yang disebutkan maknanya itu, ada di surat Al Mulk, surat yang dihafal Zeze sebagai syarat jadi pengurus suatu unit dakwah. 'Ya Allah, semoga dari sekian banyak obrolanku dengan Aster, bisa menjadi jalan hidayah dari-Mu, aamiin'.

Aster berdeham, mengembalikan kesadaran Zeze yang tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Sorry," Zeze menyengir. Lalu melanjutkan penjelasannya, tentang macam-macam ujian, dari ketakutan, kelaparan, kehilangan harta. Itu contoh yang masuk ujian jenis hal-hal yang tidak disukai manusia.

"Tapi... Ada juga ujian dari Allah yang bentuknya hal-hal yang disukai manusia. Seperti wanita, harta, tahta, dll"

"Itu bukannya rahmat ya? Kenapa bisa masuk ujian?" tanya Aster

"Itu bisa masuk ujian juga. Karena Allah hendak menguji apakah hal-hal tersebut melalaikan manusia dari beribadah pada-Nya. Kan ada tuh orang yang pas miskin rajin sholat misalnya, giliran dapet duren jatuh, sibuk ngurusin hartanya sampai lupa sholat lima waktu."

"Kalau tahta dan harta. Oke. Aku ngerti. Kalau wanita? Kok wanita kaya dijatuhin gitu sih?" protes Aster

"Bukan gitu. Hehe. Gini, sebenernya manusia laki-laki dan perempuan itu bisa jadi ujian bagi satu sama lain. Apakah ketika mereka saling suka misalnya, apakah mereka memilih mengikuti nafsunya, untuk pacaran, gandengan tangan, dll, atau mereka lebih nurut sama perintah Allah, menahan hal tersebut sampai menikah," jawab Zeze

Aster ber-O. Tentang konsep larangan Islam berpacaran, bahkan sekedar jabat tangan Aster juga pernah dengar dari Zeze.

"Trus kenapa pertemuan Zeze sama Abqari jadi ujian satu sama lain? Kan kalian cuma papasan, tanpa tukar senyum, apalagi jabat tangan?" tanya Aster.

Zeze diam, ia agak ragu menjelaskannya. Takut kalau penjelasannya membuat Islam terkesan sulit. Padahal Islam itu mudah. Takut kalau penjelasannya membuat Islam terkesan rumit. Padahal Islam itu detail, lengkap.

"Kamu pernah denger ga, tentang konsep zina dalam Islam? Pernah tahu darimana ga, tentang perintah terkait zina dalam Quran?" tanya Zeze hati-hati

"Zina itu berhubungan badan selama belum menikah kan? Kalau ayatnya aku gatau Ze, buka Quran juga ga pernah, cuma tahu dari kamu aja, lewat obrolan-obrolan kita" tanya Aster.

"Larangan dalam Quran itu bukan jangan berzina loh... Tapi jangan mendekati zina." ucap Zeze.

"Ada hal lain lagi, tentang zina, yang banyak orang Islam di Indonesia ga tahu. Banyak yang tahu juga sih.." ralat Zeze

"Apa?" tanya Aster

"Kalau setiap tubuh manusia, terdapat peluang zina."

Otak Zeze berputar, mencari-cari memori referensi yang pernah ia baca. Kalau tidak salah ingat, tertulis dalam bukunya Ibnul Qayyim Al Jauziah.

"Zina tangan, zina kaki, zina mata, zina hati,... Gitu?" tanya Aster.

Zeze terkesima pada kalimat Aster, pupil matanya membesar, seolah bertanya pada Aster meski tanpa kata, 'kok tahu?'

Aster menggaruk-garuk rambut ikalnya yang tidak gatal. Ia ragu, apakah ia perlu mengaku atau tidak. Tiga tahun Aster dan Zeze satu rumah kos, satu jurusan, sehingga begitu banyak kegiatan bersama, tak terhitung topik yang mereka pernah obrolkan, dan perbedaan-perbedaan diantara mereka, memang membuat Aster membuka matanya, membuka pikirannya.

Apakah Aster perlu mengaku, kalau diam-diam ia cari bahan bacaan Islam di Internet, karena obrolan dari Zeze selalu sepenggal, seperti hanya menyediakan trigger, yang membuat Aster mencari jawabannya sendiri.

Apakah Aster harus mengaku? Aster takut... Apakah jika Aster mengaku, Zeze akan secara halus 'memaksanya' untuk pindah Agama?

Dihadapan Aster, Zeze terpaku, menunggu jawaban Aster. Setahu ia, jarang sekali muslim yang tidak aktif di dakwah, yang tahu tentang konsep zina di setiap tubuh manusia. Sehingga nyatanya, banyak muslim yang memakai hijab, namun masih pacaran. Atau banyak juga, bahkan aktivis dakwah yang terjebak dalam zina maya, lewat komunikasi yang tidak seharusnya dibangun, lewat kata-kata manis, pertanyaan-pertanyaan personal yang seharusnya tidak ditukarkan meski lewat pesan.

Aster terbatuk merasa grogi atas pandangan Zeze yang lekat meski tidak tajam melukai. Melihat Aster batuk, Zeze segera meraih gelas dan mengisi dengan air, menyodorkannya ke Aster

"Tenggorokan kering ya? Kebanyakan ngomong sih..." ujar Zeze mengingat teori panjang yang diterangkan detail dan berlebihan tentang pertemuannya dengan Abqari tadi sore.

"Ze...." ucap Aster, setelah meneguk habis air yang disodorkan Zeze.

"Hm??" tanya Zeze, dengan kebiasaan unik hmm-nya.

To be continued....

***

Baca lanjutannya :
Sebagai Ujian Satu Sama Lain (3) - bagian terakhir
***

PS: Awalnya cuma mau 2 bagian, tapi.. gatau kenapa pngen menggali sosok Aster lebih dalam. Entahlah judulnya cocok apa ga hehe. Semoga ceritanya bs selesai di bagian yang ketiga^^ Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya