#fiksi
Bismillah.
Baca bagian pertamanya di Sebagai Ujian Satu Sama Lain
***
"Pernah ga kamu
buat benteng tinggi-tinggi, terus... Hanya karena sebuah angin sepoi, benteng
tersebut luluh lantak?" tanya Zeze.
Aster yang
sebenarnya tidak terlalu suka kiasan, ekspresinya beku. Dalam hati ia berbisi,
'jangan banyak pakai kiasan Ze.'
"Pernah
ga?" tanya Zeze. Aster menggeleng. Zeze tersenyum melihat ekspresi Aster.
Zeze sebenarnya bukan tipe guru yang bagus, ia suka muter kesana sini untuk
menjelaskan satu hal. Tapi Aster katanya siap menyimak penjelasan panjangnya.
"Sorry, sorry.
Yang tadi lupain aja. Jadi gini, kalau di Islam, manusia diciptakan sebagai
khalifah di Bumi. Dan selama di hidupnya manusia akan bertemu banyak ujian.
Kalo konsep yang ini paham kan?" tanya Zeze
Aster mengangguk.
Meski ia tidak menganut agama Islam seperti sahabatnya Zeze, ia cukup tahu
banyak konsep-konsep pemikiran Islam. Termasuk tentang khalifah, dan ujian.
"Yang kamu
pernah sebutin dari Quran, Tuhan menciptakan hidup dan mati untuk menguji
manusia?" jawab Aster balik dengan tanya.
Zeze mengangguk,
senyumnya mekar. Dalam hati Zeze mengakui, Aster memang gadis yang pintar, dan
sangat kuat ingatannya. Ayat yang disebutkan maknanya itu, ada di surat Al
Mulk, surat yang dihafal Zeze sebagai syarat jadi pengurus suatu unit dakwah.
'Ya Allah, semoga dari sekian banyak obrolanku dengan Aster, bisa menjadi jalan
hidayah dari-Mu, aamiin'.
Aster berdeham,
mengembalikan kesadaran Zeze yang tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Sorry,"
Zeze menyengir. Lalu melanjutkan penjelasannya, tentang macam-macam ujian, dari
ketakutan, kelaparan, kehilangan harta. Itu contoh yang masuk ujian jenis
hal-hal yang tidak disukai manusia.
"Tapi... Ada
juga ujian dari Allah yang bentuknya hal-hal yang disukai manusia. Seperti
wanita, harta, tahta, dll"
"Itu bukannya
rahmat ya? Kenapa bisa masuk ujian?" tanya Aster
"Itu bisa masuk
ujian juga. Karena Allah hendak menguji apakah hal-hal tersebut melalaikan
manusia dari beribadah pada-Nya. Kan ada tuh orang yang pas miskin rajin sholat
misalnya, giliran dapet duren jatuh, sibuk ngurusin hartanya sampai lupa sholat
lima waktu."
"Kalau tahta
dan harta. Oke. Aku ngerti. Kalau wanita? Kok wanita kaya dijatuhin gitu
sih?" protes Aster
"Bukan gitu.
Hehe. Gini, sebenernya manusia laki-laki dan perempuan itu bisa jadi ujian bagi
satu sama lain. Apakah ketika mereka saling suka misalnya, apakah mereka
memilih mengikuti nafsunya, untuk pacaran, gandengan tangan, dll, atau mereka
lebih nurut sama perintah Allah, menahan hal tersebut sampai menikah,"
jawab Zeze
Aster ber-O. Tentang
konsep larangan Islam berpacaran, bahkan sekedar jabat tangan Aster juga pernah
dengar dari Zeze.
"Trus kenapa
pertemuan Zeze sama Abqari jadi ujian satu sama lain? Kan kalian cuma papasan,
tanpa tukar senyum, apalagi jabat tangan?" tanya Aster.
Zeze diam, ia agak
ragu menjelaskannya. Takut kalau penjelasannya membuat Islam terkesan sulit.
Padahal Islam itu mudah. Takut kalau penjelasannya membuat Islam terkesan
rumit. Padahal Islam itu detail, lengkap.
"Kamu pernah
denger ga, tentang konsep zina dalam Islam? Pernah tahu darimana ga, tentang
perintah terkait zina dalam Quran?" tanya Zeze hati-hati
"Zina itu
berhubungan badan selama belum menikah kan? Kalau ayatnya aku gatau Ze, buka
Quran juga ga pernah, cuma tahu dari kamu aja, lewat obrolan-obrolan kita"
tanya Aster.
"Larangan dalam
Quran itu bukan jangan berzina loh... Tapi jangan mendekati zina." ucap
Zeze.
"Ada hal lain
lagi, tentang zina, yang banyak orang Islam di Indonesia ga tahu. Banyak yang
tahu juga sih.." ralat Zeze
"Apa?"
tanya Aster
"Kalau setiap
tubuh manusia, terdapat peluang zina."
Otak Zeze berputar,
mencari-cari memori referensi yang pernah ia baca. Kalau tidak salah ingat,
tertulis dalam bukunya Ibnul Qayyim Al Jauziah.
"Zina tangan,
zina kaki, zina mata, zina hati,... Gitu?" tanya Aster.
Zeze terkesima pada
kalimat Aster, pupil matanya membesar, seolah bertanya pada Aster meski tanpa
kata, 'kok tahu?'
Aster
menggaruk-garuk rambut ikalnya yang tidak gatal. Ia ragu, apakah ia perlu
mengaku atau tidak. Tiga tahun Aster dan Zeze satu rumah kos, satu jurusan,
sehingga begitu banyak kegiatan bersama, tak terhitung topik yang mereka pernah
obrolkan, dan perbedaan-perbedaan diantara mereka, memang membuat Aster membuka
matanya, membuka pikirannya.
Apakah Aster perlu
mengaku, kalau diam-diam ia cari bahan bacaan Islam di Internet, karena obrolan
dari Zeze selalu sepenggal, seperti hanya menyediakan trigger, yang membuat
Aster mencari jawabannya sendiri.
Apakah Aster harus
mengaku? Aster takut... Apakah jika Aster mengaku, Zeze akan secara halus
'memaksanya' untuk pindah Agama?
Dihadapan Aster,
Zeze terpaku, menunggu jawaban Aster. Setahu ia, jarang sekali muslim yang
tidak aktif di dakwah, yang tahu tentang konsep zina di setiap tubuh manusia.
Sehingga nyatanya, banyak muslim yang memakai hijab, namun masih pacaran. Atau
banyak juga, bahkan aktivis dakwah yang terjebak dalam zina maya, lewat
komunikasi yang tidak seharusnya dibangun, lewat kata-kata manis,
pertanyaan-pertanyaan personal yang seharusnya tidak ditukarkan meski lewat
pesan.
Aster terbatuk
merasa grogi atas pandangan Zeze yang lekat meski tidak tajam melukai. Melihat
Aster batuk, Zeze segera meraih gelas dan mengisi dengan air, menyodorkannya ke
Aster
"Tenggorokan
kering ya? Kebanyakan ngomong sih..." ujar Zeze mengingat teori panjang
yang diterangkan detail dan berlebihan tentang pertemuannya dengan Abqari tadi
sore.
"Ze...."
ucap Aster, setelah meneguk habis air yang disodorkan Zeze.
"Hm??"
tanya Zeze, dengan kebiasaan unik hmm-nya.
To be continued....
***
PS: Awalnya cuma mau 2 bagian, tapi.. gatau kenapa pngen menggali sosok Aster lebih dalam. Entahlah judulnya cocok apa ga hehe. Semoga ceritanya bs selesai di bagian yang ketiga^^ Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya