Bismillah.
Saat hari-hari berlalu begitu cepat. Lelah yang membebani punggung-punggung. Rutinitas yang menyita pikiran. Izinkan aku mencari makna. Ya, mencari makna, pada tiap detik saat oksigen masih memenuhi paru-paru.
Mengapa makna harus dicari? Bukankah ia selalu ada di setiap kisah, setiap momen, dan setiap langkah? Iya, makna memang selalu ada di sana, sayangnya mata yang rabun ini membuatnya sering tak terlihat. Makna memang selalu ada, namun terkadang ia bersembunyi. Menanti seseorang mencari dan menjemputnya.
Izinkan aku mencari makna, agar hidup tak lagi hambar. Agar manis, pahit, asin, dan asamnya kunikmati, karena mereka bermakna. Agar putih, hitam, biru, dan kelabunya kunikmati, karena mereka maknai kanvas kehidupan.
Dan derai hujan yang basahi trotoar, atau kabut asap dari knalpot angkutan umum, atau rumput kecil yang menyempil di sela paving block, atau apapun. Semoga mereka berkenan mengajarkanku cara menemukan makna. Atau sekedar memberi hint, kemana harus melangkah mendekati makna. Karena terkadang, benda diam lebih banyak ‘keluarkan’ kata bermakna, dibanding manusia yang diberi kemampuan bahasa.
Akan kubuka kacamata kuda ku, yang menghalangiku melihat sekitar. Kacamata yang seringkali membuatku hanya fokus pada IPK, kekayaan, atau rasa tertarik pada lawan jenis. Akan kubuka headphone yang sering menutup lubang telingaku. Headphone yang menghalangi suara di sekitar mengetuk gendang telingaku. Headphone yang membuatku menuli, dari ajakan kebaikan, atau larangan keburukan.
Aku tahu ini tidak akan mudah. Namun bukan tidak mungkin. Maka izinkan aku mencari makna, dari bermacam kejadian. Rutin atau insidental. Lucu, sedih, marah, senang maupun luka. Izinkan aku mencari makna, agar selalu ku buka-tutup hari dengan syukur.
Dan saat kutemukan makna, izinkan aku memeluknya dalam kata, bait, kalimat, atau paragraf. Aku tidak hendak mengikatnya, ia bukan hewan liar yang akan berlari. Aku ingin memeluknya, berharap manfaat kehadirannya tidak hanya dikecap oleh ku, tapi juga oleh orang lain. Aku ingin mencari makna, kemudian memeluknya dengan tulisan.
Izinkan aku mencari makna.
IK - Bandung, 1 Maret 2015
Saat hari-hari berlalu begitu cepat. Lelah yang membebani punggung-punggung. Rutinitas yang menyita pikiran. Izinkan aku mencari makna. Ya, mencari makna, pada tiap detik saat oksigen masih memenuhi paru-paru.
Mengapa makna harus dicari? Bukankah ia selalu ada di setiap kisah, setiap momen, dan setiap langkah? Iya, makna memang selalu ada di sana, sayangnya mata yang rabun ini membuatnya sering tak terlihat. Makna memang selalu ada, namun terkadang ia bersembunyi. Menanti seseorang mencari dan menjemputnya.
Izinkan aku mencari makna, agar hidup tak lagi hambar. Agar manis, pahit, asin, dan asamnya kunikmati, karena mereka bermakna. Agar putih, hitam, biru, dan kelabunya kunikmati, karena mereka maknai kanvas kehidupan.
Dan derai hujan yang basahi trotoar, atau kabut asap dari knalpot angkutan umum, atau rumput kecil yang menyempil di sela paving block, atau apapun. Semoga mereka berkenan mengajarkanku cara menemukan makna. Atau sekedar memberi hint, kemana harus melangkah mendekati makna. Karena terkadang, benda diam lebih banyak ‘keluarkan’ kata bermakna, dibanding manusia yang diberi kemampuan bahasa.
Akan kubuka kacamata kuda ku, yang menghalangiku melihat sekitar. Kacamata yang seringkali membuatku hanya fokus pada IPK, kekayaan, atau rasa tertarik pada lawan jenis. Akan kubuka headphone yang sering menutup lubang telingaku. Headphone yang menghalangi suara di sekitar mengetuk gendang telingaku. Headphone yang membuatku menuli, dari ajakan kebaikan, atau larangan keburukan.
Aku tahu ini tidak akan mudah. Namun bukan tidak mungkin. Maka izinkan aku mencari makna, dari bermacam kejadian. Rutin atau insidental. Lucu, sedih, marah, senang maupun luka. Izinkan aku mencari makna, agar selalu ku buka-tutup hari dengan syukur.
Dan saat kutemukan makna, izinkan aku memeluknya dalam kata, bait, kalimat, atau paragraf. Aku tidak hendak mengikatnya, ia bukan hewan liar yang akan berlari. Aku ingin memeluknya, berharap manfaat kehadirannya tidak hanya dikecap oleh ku, tapi juga oleh orang lain. Aku ingin mencari makna, kemudian memeluknya dengan tulisan.
Izinkan aku mencari makna.
IK - Bandung, 1 Maret 2015
***
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya