Bismillah.
Menulis bagiku, artinya adalah kita merangkai huruf menjadi kata, kata menjadi bait, kalimat atau paragraf. Kemudian dari rangkaian huruf tadi, kita menautkan makna di dalamnya, baik tersirat maupun yang tersurat. Bagiku bahkan rangkaian huruf tak terbaca seperti "sjhkajldnklsciohdskn" memiliki makna, mungkin sang penulis sedang bosan, atau marah, atau tidak ada ide untuk ditulis.
Lalu apa makna dari menulis? Ada yang berkata, menulis itu mengikat ilmu, agar ia tidak mudah terlupa, agar bisa dibaca ulang. Ada juga yang berpendapat, menulis itu membermaknai kehidupan, agar yang melintas di hari menjadi bermakna. Atau pernah kutulis bait, bahwa menulis adalah cara untuk melampiaskan rasa.
Menulis selalu terkait dengan penulis. Sadarkah kita? Suka tidak suka, sejatinya kebanyakan dari kita adalah seorang penulis. Catatan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD adalah salah satu buktinya. Status yang kita buat dan share di media sosial juga adalah buktinya. Lalu pesan email/chat yang terkirim, juga coretan vandalisme "your name was here", dan masih banyak lagi bukti.
Bagaimana dengan yang buta huruf, tidak bisa baca apalagi tulis? Apakah ia bisa menjadi penulis? Ya, mereka seorang penulis. Bagaimana bisa? Karena ada sosok yang membantu menuliskan untuk mereka, lebih tepatnya mencatat. Ya, masing-masing kita, dibantu malaikat pencatat amal kebaikan dan perbuatan keburukan, sedang menjadi penulis buku catatan. Buku catatan yang kelak akan kita terima di kehidupan kita yang kedua.
Kali ini, aku menemui makna. Makna bahwa masing-masing dari kita adalah penulis, semoga kita tidak menjadi orang yang baru sadar ketika buku itu diterbitkan.
"...Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya...” -kalamullah-
IK - Bandung, 4 Maret 2015
pencil |
Menulis bagiku, artinya adalah kita merangkai huruf menjadi kata, kata menjadi bait, kalimat atau paragraf. Kemudian dari rangkaian huruf tadi, kita menautkan makna di dalamnya, baik tersirat maupun yang tersurat. Bagiku bahkan rangkaian huruf tak terbaca seperti "sjhkajldnklsciohdskn" memiliki makna, mungkin sang penulis sedang bosan, atau marah, atau tidak ada ide untuk ditulis.
Lalu apa makna dari menulis? Ada yang berkata, menulis itu mengikat ilmu, agar ia tidak mudah terlupa, agar bisa dibaca ulang. Ada juga yang berpendapat, menulis itu membermaknai kehidupan, agar yang melintas di hari menjadi bermakna. Atau pernah kutulis bait, bahwa menulis adalah cara untuk melampiaskan rasa.
Karena merangkai kata bagiku
adalah hiburan atas segala pilu
P3K atas segala luka
ekspresi atas segala riang
Maka biarkan aku tetap menulis
walau basah... kertas karena tangis
walau kotor... kertas karena tinta
walau penuh, sesak... kertas karena kata
Menulis selalu terkait dengan penulis. Sadarkah kita? Suka tidak suka, sejatinya kebanyakan dari kita adalah seorang penulis. Catatan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD adalah salah satu buktinya. Status yang kita buat dan share di media sosial juga adalah buktinya. Lalu pesan email/chat yang terkirim, juga coretan vandalisme "your name was here", dan masih banyak lagi bukti.
Bagaimana dengan yang buta huruf, tidak bisa baca apalagi tulis? Apakah ia bisa menjadi penulis? Ya, mereka seorang penulis. Bagaimana bisa? Karena ada sosok yang membantu menuliskan untuk mereka, lebih tepatnya mencatat. Ya, masing-masing kita, dibantu malaikat pencatat amal kebaikan dan perbuatan keburukan, sedang menjadi penulis buku catatan. Buku catatan yang kelak akan kita terima di kehidupan kita yang kedua.
Kali ini, aku menemui makna. Makna bahwa masing-masing dari kita adalah penulis, semoga kita tidak menjadi orang yang baru sadar ketika buku itu diterbitkan.
"...Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya...” -kalamullah-
IK - Bandung, 4 Maret 2015
***
Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya