Bismillah.
#blogwalking
Kita mencitai kedamaian, perdamaian. Tapi bukan berarti, itu menjadi alasan kita untuk menutup mata. -kirei
***
2019, a lots happen in the country I live. Aku juga salah satu manusia yang tinggal di Indonesia. Sebelum berganti tahun, suasanan panas sebenarnya sudah tercipta, persiapan untuk event besar, pemilihan pemimpin dan perwakilan rakyat. Aku memang menghindari aktif berdiskusi tentang itu, tapi bukan berarti menutup pintu diskusi. I listen, I watch, and I decided. Setelah selesai event-nya, suasana tidak mendingin. Makin sengit karena fakta ini dan itu. Bahkan terjadi pembatasan pertukaran informasi di beberapa sosial media.
Jujur aku masih enggan menelusuri baris demi baris kalimat, berita, fakta, cercaan, perpecahan yang terjadi di sosial media. Tapi Allah seolah ingin mengingatkan aku untuk tetap membuka mata. Agar tidak memilih menutup mata, seolah tidak ada yang terjadi.
Ramadhan, aku membuka kembali blog dengan akun yang berisi daftar bacaan. Niat awalnya, untuk membaca tulisan orang lain di blog mereka. Sampai aku berkunjung dan membaca tulisan-tulisan O. Solihin dalam blog dan webnya. Concern yang dipilih beliau tetap sama seperti dulu saat aku membaca bukunya yang berjudul 'Jangan Jadi Bebek'. Dakwah ke remaja. Aku nostalgia menikmati serialwebramadhan yang mengangkat fiksi remaja dkm masjid, dengan tema yang up to date. Teringat buku bacaan masa kecil karya Boim Lebon, tentang Faris dan Haji Obet. Membaca tulisan-tulisan di blog tersebut juga mengingatkanku, pentingnya melek pada realita yang terjadi di umat.
Lalu aku membaca artikel ini kemarin, masih dari blog O. Solihin . Judulnya "Matinya Akal Sehat". Membuka mata saja ternyata tidak cukup, kita perlu melihat lebih cermat, dan berpikir lebih dalam.
Tapi seiring dengan bertambahnya usia, anak-anak mestinya mulai berpikir lebih realistis dan juga analitis. Gampangnya, anak Kelas 1 SMP mestinya cara berpikirnya udah jauh lebih baik ketimbang ketika dia masih kelas 1 SD. Begitu seterusnya. Intinya, jenjang pendidikan yang lebih tinggi berpeluang mengedukasi orang jadi lebih baik. Apalagi disertai berbagai pengalaman yang dia dapat. Maka, menjadi lebih baik cara berpikirnya adalah sebuah keniscayaan.
Tapi tentu akan kian aneh kalo dari hari ke hari cara berpikir kita malah lebih buruk. Nah, jangan lupakan lingkungan juga lho, itu bisa membentuk cara berpikir kita. Kalo tiap hari disuguhi tontonan di televisi (baik cerita maupun berita) yang mengada-ada, bisa dipastikan akal kita jadi jumud. Bila tiap hari nggak dilatih membaca fakta dengan cermat, hanya sebatas bagian luar yang terlihat, tidak sampai ke bagian dalamnya dari sebuah fakta, besar kemungkinan kita hanya berhenti pada cara berpikir yang dangkal.
- O. Solihin, dalam tulisan di blognya yang berjudul "Matinya Akal Sehat"***
Arus informasi begitu cepat berlalu lalang. Kita harus lebih teliti dan cermat menangkap mana yang fakta mana yang sandiwara. Agar akal sehat kita tidak mati. Agar media (mass media, or social media) tidak membuat kita bingung, dan salah mengambil sikap.
***
Terakhir, mengutip dari tulisan yang sama..
Yuk, sama-sama kita belajar Islam agar lebih baik lagi. Tetap teguh memegang prinsip sebagai muslim. Jangan kehilangan akal sehat, apalagi mengorbankan keimanan demi mengejar kepentingan dunia yang fana dan nggak seberapa. Jadilah orang yang waras. Sebab, orang yang waras akan menggunakan akal sehatnya dan hanya akan membela kebenaran. Orang yang sehat akalnya juga cenderung memilih kebaikan dan kebenaran Islam. Itu poinnya! - O. SolihinAllahua'lam.
***
PS: Setiap penulis mungkin memang punya spesialisasi concern tertentu, sesuai minat dan bidangnya. Tapi kadang, memang perlu menyatakan sikap atas realita yang ada.
PPS: 10 hari terakhir, banyakin doa, bukan cuma untuk diri sendiri, bukan cuma untuk keluarga, tapi juga untuk Indonesia, dan umat muslim di seluruh dunia. Allahumma a’izzal islaama wal muslimiin, allahumma adzillasy syirka wal musyrikiin.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya