Siapa yang menanam pohon?Petani? Pemilik kebun? Atau kamu?
***Tapi siapakah yang menumbuhkannya?
Beberapa hari yang lalu aku membaca terjemah surat Al Waqiah, ayat 57-74 menarik perhatianku. Berawal dari sebuah fakta, kemudian pertanyaan.
Nahnu khalaqnakum falaula tushaddiqun? Kami telah menciptakan kamu, mengapa kamu tidak membenarkan?
Membenarkan apa? Kalau terjemahan depag di mushaf, membenarkan hari berbangkit. Afterlife, bahwa kematian bukan akhir dari hidup. Bahwa setelah kematian, kita akan dibangkitkan kembali, dipertanyakan pertanggung jawaban atas hidup kita.
Setelah ayat 57 tersebut, Allah mengajak kita untuk berpikir, tentang kebesarannya, yang seharusnya membuat kita yakin bahwa hari kebangkitan itu sangat mungkin ada. Bahwa Allah memiliki kuasa untuk menghidupkan kita lagi setelah kematian kita.
Penciptaan Manusia
Ayat 58-62 menjelaskan practically hidup kita. Dari apa yang terpancar.
Afara aitum ma tumnun? Adakah kamu memperhatikan tentang apa yang kamu pancarkan (benih manusia)?
A-antum takhluqunahu am nahnul khaliqun? Kamukah yang menciptakan, ataukah Kami penciptanya?
Kemudian manusia ditentukan kematiannya, dan digantikan oleh generasi setelahnya. Juga kelak kita akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak kita ketahui.
Walaqad 'alimtumun nasy-atal ula falau la tadzakkarun? Dan sungguh, kamu telah tahu penciptaan yang pertama, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Ayat 58-62, Allah ajak kita berpikir tentang penciptaan pertama. Seharusnya, dari situ saja kita bisa mengambil pelajaran. Bagaimana dari sperma, bertemu ovum, kemudian menjadi zygot, dst *tiba-tiba pusing karena lama ga belajar biologi. hehe
Penciptaan manusia itu kan unik, dari perkembangan janin aja. Dari awalnya satu titik kecil, lalu melalui beberapa fase, sampai mirip manusia. Kemudian ketika lahir, dari nggak bisa ngapa-ngapain, lalu mulai bisa merangkak, berbicara, berjalan. Kemudian tumbuh dari kanak-kanak menjadi dewasa, tua. Dan diantara fase itu, kematian menjemput.
Tumbuhan, Tanaman, Pohon
Lanjut ke ayat 63-67. Tentang apa yang kita tanam. Kalau kita mau memikirkannya, harusnya ini juga bisa mengingatkan kita tentang hari berbangkit.
Dari sini, formatnya hampir sama dengan bagian sebelumnya. Pertanyaan ''afara aitum", lalu pertanyaan, "apakah kamu atau Kami"
Afara aitum ma tahrutsun? Adakah kamu memperhatikan apa yang kamu tanam (benih tumbuhan/pohon)?
A-antum tazra'unahu am nahnuz zari'un? Kamukah yang menumbuhkannya, ataukah Kami yang menumbuhkan?
Kemudian Allah memberitahu kita kekuasaannya, bahwa apa yang kita tanam, kemudian tumbuh dan kita berharap bisa memanennya (padi, jagung, buah-buahan, dll) bisa dengan mudah dihancurkan sampai lumat. Dan kita dibuat syok, sampai berkata 'sungguh kami benar-benar rugi, bahkan kami tidak mendapatkan apa pun'. Ya. Allah dengan mudah bisa melakukan itu. Entah lewat banjir, lalu para petani gagal panen. Atau lewat kebakaran, lalu para pemilik kebun gagal panen juga.
Air Minum yang Tawar
Ada yang lebih suka minuman manis, atau lebih suka minuman yang pahit? Ada yang nggak suka minuman tawar? Selera orang beda-beda tapi yang jelas, kita semua ga suka air minum yang asin. Pernah minum? Sengaja atau tanpa sengaja (*nelen air laut)? Rasanya ga enak dan ga nyaman, pun tidak menghilangkan dahaga.
Di bagian berikutnya, Allah mengingatkan kita akan nikmat air minum (ayat 68-70)
Afara aitum ma alladzi tasyrabun? Adakah kamu memperhatikan air yang kamu minum?
A-antum anzaltumuhu minal muzni am nahnul munzilun? Kamukah yang menurunkannya dari awan, ataukah Kami yang menurunkan?
Lau nasya-u ja'alnahu ujajan falau la tasykurun? Sekiranya Kami menghendaki, niscaya kami menjadikannya asin, mengapa kamu tidak bersyukur?
Kita seharunya bersyukur atas air minum, baik yang tawar, manis maupun pahit *karena sebelum dikasih kopi/gula, kan tawar. Coba air laut buat nyeduh kopi atau gula, apa rasanya bisa nikmat?
Semoga Allah jadikan kita termasuk orang-orang yang bersyukur. Aamiin.
Api, Kayu dan Musafir
Akhirnya, bagian terakhir. Bagian ini sebenarnya yang memotivasi saya untuk nulis ini. Cuma tiga ayat (71-73), tapi bikin kepikiran berkali-kali.
Afara aitumun narallati turun? Adakah kamu memperhatikan api yang kamu nyalakan?
A-antum ansya` tum syajarataha am nahnul munsyi`un? Kamukah yang menumbuhkannya, ataukah Kami yang menumbuhkannya?
Nahnu ja'alnaha tadzkirataw wa mata'allil muqwin. Kami menjadikannya untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir*Oh ya, disarankan baca ayatnya di mushaf ya. Soalnya transliterasi di sini gak mencakup banyak hal (panjang pendek, dll). Termasuk aprostof untuk 'ain dan hamzah **aku gatau penggunaan yang bener gimana.
Jadi tiga ayat tersebut menyuruh kita berbicara tentang api. Yang numbuhin pohon kayu, yang bisa dipakai untuk menyalakan apa siapa? Lalu tentang api yang digunakan sebagai peringatan dan mata' (hal yang berguna tapi tidak untuk dinikmati, seperti di wa mata-ul hayatid dunya).
Dari situ aku mikir, iya dulu kan nyalain api pakai kayu. Kalau sekarang? Pakai gas, dulu pakai minyak tanah. Nah.. jadi mikir lagi, minyak yang di bumi itu dari apa? Trus jadi keinget pelajaran biologi lagi kan.
Seingetku, minyak bumi itu salah sataunya dari pohon juga. Pohon yang sudah mati dan diproses sekian waktu yang lama. *yang tertarik baca asal usul minyak bumi bisa baca di sini. Ada beberapa teori ternyata
Dan ini nyambung ke ayat berikutnya, berguna bagi musafir (orang yang melakukan perjalanan). Dengan api bisa menghangatkan tubuh, masak, menghindarkan diri dari hewan buas. Dan aku mikirnya, kalau 'api' di sini ga cuma tentang itu. Bisa ga sih, disangkut pautkan dengan penggunaan minyak bumi untuk bahan bakar kendaraan? Ya, musafir kan ada yang berjalan, ada yang naik unta, ada juga yang naik kendaraan bermotor. Whether it's true or not, pikiran itu menetap di otak dan keinget lagi dan lagi saat membaca surat Al Waqiah.
Maka Bertasbihlah dengan Nama Rabbmu
Ayat 74. Setelah Allah mengajak kita berpikir, dan sekian banyak ilmu dan informasi datang ke otak kita, karena aktivitas berpikir tersebut. Lalu apa?
فَسَبِّحْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلْعَظِيمِ
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.
[Surat Al-Waqi'ah (56) ayat 74]
Ayat ini mengingatkanku ayat tentang ulul albab, yang memikirkan penciptaan Allah sembari berdiri, duduk, dan berbaring. Bahwa setelah ilmu pengetahuan itu didapatkan, direnungi dan dipikirkan. Kemudian ulul albab mengatakan, pertama bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu siaa-sia dan kedua, mensucikanNya, bertasbih, serta berdoa agar dijaga dari adzab neraka.
Bahwa ilmu pengetahuan apapun yang kita pelajari, seharusnya ujungnya, membuat kita rendah hati dan mengagungkan namaNya. Fasabbih bismi rabbikal 'adhim.
Allahua'lam bishowab.
***
PS: Mohon koreksi kalau ada salah di sana sini.
PPS: Kalau misal nemu ayat yang menarik hati, kemudian pernah denger penjelasannya, dan ayat itu salah satu favorit kita. Bisa loh, ditulis, trus dikirim ke My Favorite Ayat 2019, event yang diadakan tahunan oleh NAKIndonesia. Waktu submitnya diperpanjang sampai 22 Mei 2019. Yuk ikutan^^
PPPS: Qadarullah beberapa hari yang lalu baca tulisan lama berjudul "Doa Ashabul Kahfi", Ramadhan 1438H yang lalu. Di akhir tulisan, ada pengingat untuk ikutan program #myfavoriteayat (MFA) jadi deh, pengen buat tulisan yang di akhirnya ngajak pembaca ikutan MFA2019 hehe.
No comments:
Post a Comment
ditunggu komentarnya