Follow Me

Saturday, May 18, 2019

Menyesali Suatu Masa

Bismillah.


Siang itu seorang kawan lama berkunjung ke rumah. Ia memberikanku kain 2,5 meter bersama kabar rencana bahagia darinya. Sudah lama kami tak bersua, tapi ia termasuk salah satu orang yang tahu saat aku jatuh dan berusaha bangkit.

Hal pertama yang ia komentari adalah nada/logat bicaraku. Katanya lebih mirip dengan nada/logat khas sunda. Aku hanya menggeleng karena tak percaya. Memang ada beberapa partikel sunda yang masih sering aku pakai, "atuh" "da" "bisi", dll. Tapi logat? Dari dulu rasanya sama. Tidak pernah terlihat mencolok asli orang banyumasan yang ngapak, atau medhok khas jawa. Karena memang sejak kecil aku terbiasa berbahasa indonesia.

Percakapan panjang terjalin dengannya. Tentang kabarnya, tentang prosesnya, tentang hijrahnya. Juga tentang kabar beberapa teman kami. Lalu kami nostalgia masa lalu, saat kami masih belum dewasa, kanak-kanak yang merasa sudah besar.

Katanya, ia menyesali masa tersebut. Ada dampak psikologis atau mental yang besar di sana. Kepercayaan dirinya banyak jatuh, dan ia banyak bimbang. Ia bercerita, bahwa ia menemukan dirinya kembali, kepercayaan dirinya, saat merantau dan duduk di bangku perkuliahan. Lingkungan baru, dan teman-teman yang benar-benar baru.

Aku awalnya kaget mendengar pernyataannya. Aku tahu, lingkungan kami tumbuh dewasa saat itu memang tidak ideal. Aku pun menyimpan beberapa keping memori gelap di masa itu, yang kusimpan sendiri. Pengakuannya membuatku melihat ia dari kacamata berbeda. Aku kini bisa mengerti pilihan dan sikapnya dulu. Aku juga jadi paham, bahwa setiap orang punya masalah masing-masing dalam tumbuh kembang sisi emosionalnya. Saat itu kami belum bisa disebut dewasa, namun "realita" dengan tajam menabrak sisi-sisi psikologis kami.

***

Pernahkah kau menyesali suatu masa? Sehingga tanpa sadar pengandaian muncul saja. Kalau saja...

Kalau untuk menjustifikasi, tentu rasanya ingin cepat-cepat mengingatkan, bahwa berandai-andai itu tidak boleh, dilarang, dan dapat membuat kita kufur nikmat.

Tapi kalau kita melihat dari kacamata manusiawi. Nyatanya, menyesali suatu masa mungkin pernah dirasakan semua orang. Beberapa orang mungkin hanya lintasan pikiran, yang segera diusir karena keimanan akan takdir yang sudah tertanam kokoh di hati. Beberapa yang lain sudah sampai mengundang pengandaian, tapi tidak bertahan lama, karena kecerdasannya mensyukuri nikmat dan mengambil hikmah setiap kejadian di masa lalu.

Serta... beberapa yang lain mungkin masih berjuang, untuk hijrah, dari "menyesal" menjadi "menerima". Atau dari "menerima" ke "mengambil hikmah". Atau dari "mengambil hikmah" menjadi "mensyukuri". Perjalanannya panjang, berliku, banyak lubang di sana sini. Dan setiap orang memiliki perbedaan kendaraan, atau kekuatan kaki. Support system yang baik (keluarga, teman, lingkungan) akan memudahkan perjalanannya.

***

Terakhir, untuk siapa pun yang pernah menyesali suatu masa. Hatimu mungkin pernah terluka di masa itu, sehingga setiap mengingatnya, sesal hadir mengepung pikiranmu. Tapi percayalah, jika kau terus berjalan, melangkah sembari mengisi hati dengan iman dan baik sangka pada-Nya. Suatu saat kau akan mengubah kalimatmu. Awalnya kau menyesali suatu masa, kelak, sooner or later, kau akan mensyukuri masa tersebut. Dan syukur itu akan tumbuh dan mekar, jika dan hanya jika, masa tersebut membuatmu mendekat lagi padaNya, mencoba mengenali-Nya lagi, dan menemukan tujuan serta makna hidup yang sebenarnya.

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya