Follow Me

Wednesday, October 12, 2016

(Jangan) Menulis Jika Hati Sakit

#blogwalking??

Bismillah.

kondisi hati dan efeknya pada ucapan/tulisan kita

Blogwalking? Bukan blog, tapi sosmed seseorang. Bukan walking juga, karena ke sana emang berniat cari tulisannya di sana. Bingung ya?

Aku berbincang pada sahabat A, mengirimkan link video topik tertentu. Ndilalah, somehow, si A belum bisa buka video itu. Jadi aku kasih saran untuk baca dari ringkasan yang pernah ditulis sahabat B di akun google+nya. Aku bilang, "tunggu ya, aku cari dulu link tulisannya".

Karena itu sosmed, dan ga ada feature search status B dengan keyword "tertentu", mau ga mau aku harus scrolling dan membaca status-status si B. Dan dari sanalah, aku menemukan statusnya yang menarik untuk aku bahas di sini. Aku memilih berhenti mencari tulisan tujuan utama aku berkunjung, dan memilih menulis sesuatu yang lain dari tulisan sahabat B. Begini kutipannya, *maaf prolognya panjang hehe

Tulisan itu mencerminkan isi hati seseorang, benar sekali.
Jika hati lagi sakit, sebaiknya jangan menulis.
Jika tulisan itu hanya akan menyakiti hati orang lain, untuk apa?

Jadilah manusia beradab.
Menjaga hati dari mengeluarkan kata-kata 'sakit', yang itu menyakiti orang lain.

(:
- Status seorang ukhti, yang kurindukan ingin berjumpa, mungkin di walimah yang lain? Hehe *you know what I mean, kalau kamu tahu, berarti kamu si B yang aku bicarakan. hehe
***

Awalnya aku sensi hehehe, kebiasaan buruk. Langsung saja nggak setuju dengan statusnya. Bagiku menulis adalah P3K, jadi kalau hatiku sakit, menulis adalah caraku mengobati luka di hati, pertolongan pertama pada kecelakaan - hati. Hehe.

Awalnya aku sensi, *dasar miss sensi! Merasa kalau hatiku sakit, hatiku mengeras, menulis bisa menjadi media agar aku menulis nasihat untuk sendiri. Karena jujur di saat hati ku sakit, membaca/menerima nasihat dari orang lain, serasa tamparan di wajahku. Tapi menuliskan nasihat yang aku temukan di keseharian, atau di kalam-Nya, bisa menjadi obat untuk hatiku yang sakit.

Awalnya sensi, namun pada akhirnya aku dibuat mengangguk setuju. Ya, mungkin maksudnya adalah tulisan semacam tulisan bertag-sensiMe di sini. Isinya hanya marah-marah. Melukai pembaca.

Awalnya sensi, namun pada akhirnya aku dibuat mengangguk setuju. Karena aku merasa menyesal, menuliskan bom-bom kesensian dan mengirimkan link tulisanku, atau tanpa mengirim tapi tahu ybs baca. Sekarang ada banyak penyesalan, betapa aku begitu "kasar" pada organisasi tertentu. Ah! Maaf, tapi kata maaf tidak bisa kusampaikan langsung, meski sempat kuucapkan pada korwat divisi organisasi ybs.

Awalnya sensi, namun pada akhirnya aku dibuat tersenyum setuju. Apalagi menemukan emotikon berbasis karakter di akhir statusnya kurung buka titik dua. Betapa lemah lembut ia menyampaikan pendapatnya, tidak seperti aku hehe. Ia tahu tulisan tidak bisa berintonasi, sehingga bisa menjadi ambigu, terutama bagi pembaca sensi macam diriku. Hehe.

***

Aku, saat hatiku sakit, ada masa dimana aku memilih tidak menulis di sini.
Aku, saat hatiku sakit, ada masa dimana aku memilih menulis di sini.
Aneh memang, bagaimana pilihan bisa berubah ubah, padahal hatiku sama-sama sedang sakit.
Tapi mungkin ada bagusnya, mereka, para pembaca selain diriku, jadi tidak bisa menebak, sebenarnya aku sedang sakit atau tidak.

Ah lebih tepatnya aku ingin mengingatkan, janga sok tahu. Karena bisa jadi kuantitas tulisan yang rendah adalah bukti bahwa hatiku sedang sakit. Sedangkan di lain waktu, bisa jadi kuantitas tulisan yang tinggi adalah bukti bahwa hatiku sedang sakit juga.

Intinya sih, meski aku tahu, blog ini bisa menjadikanku seperti buku yang terbuka. Aku bukan buku yang terbuka, dan kau harus tahu itu. Ada banyak yang Allah sembunyikan dari matamu. Dan hanya beberapa yang Allah tampakkan di pandanganmu.

Allah Maha Tahu, bagaimana kondisi hatiku saat menulis ini.

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya