Follow Me

Wednesday, October 19, 2016

Lingkaran-Lingkaran Cahaya Itu

#fiksi

Bismillah.

lilin
"Unni?" sebuah pesan masuk, Unni melihat nama pengirimnya, Elisha atau biasa Unni panggil El, adik tingkatnya di jurusan sebelah. Mereka bertemu dan menjadi dekat lewat kepanitiaan Idul Adha Masjid Kampus, namun sudah lama tidak bertemu.

"El... apa kabar?? Kangeeeen" balas Unni heboh, meski tanpa emoticon.

Percakapan mereka pun berlanjut dari hal basa-basi menanyakan kabar dan kesibukan masing-masing. Unni dan El memiliki ikatan yang unik, meski berbeda tahun masuk kuliah, mereka tidak pernah memanggil dengan sapaan kak, atau dek. Mereka menyebut satu sama lain kembaran yang bertemu saat dewasa, karena ternyata mereka dilahirkan di tanggal dan tahun yang sama.

"Unni, aku kok ngerasa makin jauh sama temen-temen," Unni melebarkan matanya, jemarinya gatal ingin segera merespon, namun ia memilih menyimak kalimat berikutnya dari El.

"Bahkan ya, sedihnya.. anak-anak angkatanku, mereka sampai bikin grup khusus, namanya apa gitu... kebanyakan anak-anak yang aktif di X dan Y sih. hehe", bibir Unni ber-O ria, menangkap maksud dari kegelisahan El, tahu tentang grup yang El maksud.

"Emangnya aku bukan anak X ama Y apah hehehe.. Yaudah lah ya... gak wajib kan punya banyak teman... Yang wajib itu, enggak ghibah hehehehe", tutup curhatan El.

Meski pesan El dipenuhi dengan hahahihih, Unni tahu kalau sebenarnya El merasa sedih, merasa jadi seorang outcast, pengecualian, yang tersingkir. 

Perlahan Unni mulai menjelaskan satu-satu hal, untuk menjernihkan situasi yang keruh, prasangka/perasaan negatif itu.

***

Memori Unni berjalan ke belakang, memperlihatkan lagi masa-masa galau saat Unni dibuat tertekan dan sering menangis karena masalah yang sama. Ini tentang manhaj, harakah, jalan pilihan, dan golongan, atau apapun yang sering menjadi sebutannya. Saat itu Unni pergi dari satu lingkaran ke lingkaran yang lain, berdebat, bertanya-tanya, tentang jalan mana yang bisa mengantarnya ke tujuan, dan jalan mana yang sesat.

Kau tahu, saat muda, semua seolah berwarna hitam atau putih. Seperti itu juga yang ada dipikiran Unni, jika jalan A ada lubang di sana, maka jalan A jalan hitam. Unni bertanya kesana-kesini, kalau jalan ini, dimana letak salahnya, kalau jalan itu dimana menyimpangnya, sampai suatu saat sebuah jawaban membuatnya terbungkam.

"Itu bukan bagaimana cara sahabat bertanya. Ingatlah lagi haditsnya, hadits tentang 73 golongan, bagaimana sahabat bereaksi terhadap kabar tersebut?", jawab seorang ustadz setelah memperhatikan kalau Unni selalu bertanya dimana letak kesalahan sekian banyak harakah yang ada.

"Mereka, sahabat, radiyallahuanhum bertanya yang mana yang benar, yang mana yang selamat," lanjut sang Ustadz.

Sejak saat itu pencarian Unni berubah metodenya, ia tidak lagi mencari keburukan-keburukan yang ada di suatu lingkaran. Tapi ia mencari yang benar, mencari kebenaran dan ilmu dari sana. Jika pun ada satu dua retakan, ia tidak boleh serta merta mencela lingkaran tadi, lantas melupakan begitu banyak kebaikan yang ia dapat dari sana.

Meski memang pada akhirnya, Unni memilih tetap berada di lingkaran yang paling banyak kesamaan ide dengannya. Dan memilih mundur selangkah dua langkah dari lingkaran yang satu dua hal membuat ia tidak setuju, terutama di hal-hal yang menurut Unni termasuk prinsip yang Unni pegang.

***

"Ah grup itu, itu biasanya disebut grup Kiddo. Hm.. gimana jelasinnya ya.. Itu buat akhawat-akhawat yang ikut lingkaran khusus (LK) dan punya Sensei (SNS). Itu grupnya anak Z," jelas Unni pada El

"Unni dulu juga pernah masuk grup, meski kemudian menjauh karena ada selisih pendapat," Unni sejenak mengingat saat ia keluar grup. Betapa childish ia waktu itu, karena melukai beberapa orang di grup dengan kalimat debat nan tajam dari jemarinya.

"Tapi ga masuk grup bukan berarti mereka jadi jauh kok. Unni tetap deket sama anak-anak Z. Walau memang ada hal-hal yang sering ga nyambung karena ga masuk grup."

"Hehe", Unni lupa, kalau tulisannya tanpa emoticon bisa dibaca salah intonasi.

"Jangan kebawa prasangka. Mereka ga bermaksud ngejauh kok. El juga jangan ngejauh juga." saran Unni, karena ia tahu terkadang koneksi yang tidak stabil sering membuat seseorang memilih tidak terhubung sama sekali.

"Ooooo. LK? Ehehhe.. pernah denger emang hehe"

Percakapan mereka berlanjut, sampai tanpa sadar akhirnya berubah topik menjadi topik VMJ. Masa-masa muda Unni dan El, adalah masa muda yang mirip dengan yang lain, selalu dibumbui kisah persahabatan dan cinta, mungkin belum pantas disebut cinta, hanya merupakan rasa aneh yang kembang kuncup di hati manusia tanpa peringatan.

Unni tersenyum membaca lagi percakapan panjangnya dengan El. Unni bersyukur masuk universitas lebih awal dari El, sehingga saat El bertanya suatu hal, Unni bisa menjawabnya karena sudah merasakan pengalaman yang serupa.

Malam itu, Unni dan El, kembaran yang terpisah dan baru ketemu di kampus itu, menyadari satu hal yang berharga. Tahu, bahwa suatu hari, akan ada momen saat mereka merasa terkecuali, merasa tersingkir, merasa menjadi outcast. Tapi saat itu terjadi, mereka tidak boleh tergesa memutus silaturahim karena prasangka, mungkin ada hal-hal yang tidak mereka ketahui, yang jika mereka cari tahu alasannya, mereka akan mengerti. Dan juga, terkadang kelompok kelompok, atau lingkaran-lingkaran akan terbentuk secara alamiah, berdasarkan kesamaan hobi misalnya, atau kesamaan pemikiran. Dan saat itu terjadi, mereka tidak boleh semena-mena memilih tidak menjadi teman sama sekali, karena menjalin pertemanan dengan mereka yang memiliki banyak perbedaan, sama bermanfaatnya dengan berteman dengan mereka yang memiliki banyak persamaan.

The End.

***

PS: Ini fiksi ya, kalau ada kesamaan cerita, nama, itu cuma kebetulan, atau mungkin takdir? Hehe. Aku pernah denger, cerita fiksi/kisah yang bagus, adalah kisah, dimana kita bisa merasakan berada di sepatu si tokoh utama.

PSS: Maaf banyak menggunakan inisial X, Y, Z, dll. Jujur, masih sering dihantui penyakit bingung memilih nama. Tapi yang penting pesan dalam fiksi pendek ini nyampe kan? Yang penting itu kan? Hehe *dimarahin guru menulis cerpen, kemana perginya pelajaran yang dulu di kasih Bell? Hhhe.. Wkwkwk. Anyong!

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya