Follow Me

Wednesday, December 28, 2016

Menahan Lisan dan Jari dari Mengkritik

-Muhasabah Diri-

Bismillah.

Pekan kemarin saya bolos nulis nukil buku karena.. karena belum baca buku. Sebenarnya sudah baca buku sih, tapi cuma beberapa lembar, dan bahannya belum cukup untuk ditulis di medium sana.

Tapi tetap ada ilmu yang aku dapat kok.. Jadi aku putuskan untuk nulis di sini, meski cuma rempah-rempah, gapapa, kan buat diri sendiri, biar ga lupa, dicatat.

***

Bab pertama dari buku Dale Carnegie tentang "Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain" adalah tentang kritik. Jadi dituliskan di bab tersebut, kalau kritik itu tidak baik, negatif, sering memposisikan lawan dalam posisi defensif. Lalu diberikanlah beberapa tokoh contoh, yang memilih menahan lisan dan jari dari mengkritik. Juga diberikan contoh orang-orang yang dikritik ini itu, tapi kritik tersebut tidak memberikan dampak apapun. Nol, ga ada efeknya. Ga bisa mengubah seseorang.

Aku dibuat merenung, mengingat tulisan-tulisan sensiMe yang isinya kritik pedas. Ahh... Maaf. Aku teringat bagaimana respon seseorang, ketika aku kirimi langsung. Hm.. maaf, maaf. Mungkin ceritanya beda, kalau ga aku kirim ke dia, karena kalau ga dikirim, justru selesai masalahnya, ga ada yang terlukai.

Meski jujur, membaca contoh-contoh di buku itu, keningku dibuat mengkerut, karena yang dibahas tokoh jadul beut, trus tokoh-tokoh politik amerika, penjahat amerika, dll. Merasa ga nyambung aja, meski benar, masih ada pelajaran yang diambil.

Yang aku inget... salah satu cara menahan mengkritik adalah menyalurkannya tapi tidak disampaikan. Jadi, ada 2 tokoh seingatku, lupa namanya tapi hehe. Yang satu beliau menulis surat kepada bawahannya isinya kritik pedas, tapi karena ia memikirkan menempatkan diri sebagai orang yang menerima, ia akhirnya menyimpan surat tersebut dan tidak pernah mengirimnya. Yang kedua, yang ini nulis surat juga, tapi istrinya yang diam-diam menyimpan surat tersebut dan tidak mengirimnya. Keduanya... membuatku terdiam dan berpikir.

Tulisan-tulisan sensiMe di blog ini... mungkin baiknya tidak perlu di publish. Atau boleh di publish, asalkan orang yang bersangkutan tidak sering berkunjung ke sini. Tapi ga bener juga sih, itu namanya ngomongin dari belakang ya? Hehe. Iyaa... harusnya ga usah di publish aja. Bell? Baca? Jangan dipublish lagi. Hapus aja label sensiMe.. ok? *liatntar hehe

Trus.. aku dibuat berpikir, apa bedanya kritik, saran dan nasihat. Karena gini loh.. aku mikirnya, kan di Quran kita diminta untuk saling menasihati, apa bedanya sama kritik? Trus aku mikir, bedanya adalah... cara menyampaikan, tidak ditujukan ke satu orang. Nasihat itu.. disampaikan bukan dalam bentuk offensif, jadi nasihat itu bukan serangan. Lebih ke masukan, dan reminder. Lalu.. nasihat biasanya sifatnya umum, ga ditodongkan ke satu orang.

Menulis tentang nasihat jadi inget sebuah quotes, tentang menasihati di tempat yang cocok. Jadi.... nasihat juga, meski beda sama kritik, tetap harus lihat tempat. Baiknya, nasihat disampaikan secara personal, jangan ditempat publik. Baca di page mata' aja.. di sana ada kutipan buku DDU Ustadz Salim, tentang imam ahmad, yang menasihati muridnya di tempat private dan diam-diam.

***

Udah sih itu aja. Intinya, tulisan ini untuk diri. Yang masih sering gatel lisan dan jemarinya untuk mengkritik dan bersensi-ria. Tahan bell. Boleh, disalurkan lewat tulisan. Tapi ga di sini, di diary aja hehe. Atau boleh di sini, tapi... dibuat cerpen, jangan di sensiMe. Hehe.

Susah memang menahan komen dan kritik. Tapi.. harus sering-sering diingatkan, bahwa kita punya begitu banyak kesalahan yang seharusnya kita urusi, dibanding mengurus kesalahan orang lain. Oke? Bukan berarti kita ga peduli sama orang lainnya, ini beda lagi. Saling menasihati harus tetap jalan, tapi kritik? Say no to kritik.

Aku kayanya harus baca lagi tulisan lama tentang ini. Di sini, di sini dan di sini. Cari sendiri ya bell, querynya kritik/nasihat hehe. Ntar kalau niat aku kasih linknya di sini deh hehe.

See you^^

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya