Follow Me

Tuesday, December 13, 2016

Beda: Bagiku, Baginya

#blogwalking

Bismillah.
“Kak Nama beda”. Entah itu berkonotasi baik atau buruk. Bukan pula hal yang saya banggakan. Rasanya seperti anomali. Saya meredam diri untuk berpikir terlalu rumit, dan mencoba senormal mungkin. Walau kadang itu tidak berhasil. Dan saat saya tidak siap menunjukan itu, saya akan memilih diam.
-  seorang ukhti, dalam tulisannya tentang sebuah kata "beda"
Aku membaca tulisan lengkap di link di atas terdiam, dibuat makin terdiam. Tidak... aku tidak ikut mengatakan kalau sang penulis beda. Tapi aku dibuat tercekat, pada kata 'beda' yang somehow membuat hatinya resah dan menuliskan hal itu. Ia bersembunyi, meredam diri, mencoba senormal mungkin. Betapa kata "beda", dimaknai sangat berbeda dalam kamusku, dan kamusnya. 

***
it's okay to be different | every flowers different, but they're all beautiful | so are you
Mungkin karena ia introvert, jadi ia tidak ingin terlihat berbeda dalam kerumunan, inginnya terlihat sama dengan kerumunan, atau bahkan sampai tak terdeteksi keberadaannya. Lebih suka mengenakan warna merah, ketika hampir semua orang pakai merah, misalnya.

Mungkin karena nada pengucapan satu kata, bisa kita tangkap dengan sangat berbeda. Kita (perempuan) kadang bisa tahu, betapa kata bisa bermakna berbeda lewat intonasinya, yang satu bisa jadi pernyataan satu lagi pertanyaan, yang satu pujian, yang satu sindiran.

Mungkin karena ada kata-kata yang somehow berkonotasi negatif. Kata 'beda' harusnya bersifat netral, tapi nyatanya, sering berkonotasi negatif. Ah jadi keinget isu bhineka tunggal ika. Karena terkadang berkonotasi negatif, aku lebih suka menggunakan diksi 'unik' ketimbang 'beda'. Unik itu artinya spesial, dan otomatis, konotasinya lebih positif.

Aku.. sebenernya ga tahu persis, mengapa kata 'beda' bisa membuat ia merasa begitu. Membuat ia bersikap meredam diri, dan mencoba untuk seperti kebanyakan orang. Ya, aku mungkin memang tidak bisa mengerti 100%. Karena beda bagiku, dalam kamusku berbeda dengan 'beda' dalam kamusnya.

Aku sejak dulu, selalu lebih suka beda. Ga mau di samakan dengan kebanyakan orang. Kadang, seringnya, ingin terlihat menonjol dibandingkan kebanyakan orang. Misalnya, dalam masalah ketegasan/kegalakan hehe. Aku selalu suka, menjadi yang beda. Menjadi akhawat yang galak/tegas banget, ga kaya kebanyakan akhawat lain yang lemah lembut hihi. Aku suka, anehnya suka disebut 'islam garis keras', suka.. suka aja, dikasih testimoni, 'galak'. Gapapa, itu lebih baik. Image itu baik, karena itu beda, dengan kebanyakan.

Karena banyak yang sedikit, itu baik. Meski tidak semuanya. Yang ini, teorinya kudapat saat lebih banyak belajar islam. Yang paling ingat, tentang orang-orang yang pandai bersyukur, jumlahnya sedikit. Lalu list itu berlanjut, ke jumlah-jumlah lain, dalam kebaikan, yang jumlahnya sedikit. Sejak itu, aku selalu menikmati jadi minoritas, meski tidak bisa kupungkiri, kadang aku rindu, menjadi mayoritas. Rindu.. pengen bertemu dengan mereka dalam satu lingkaran, rindu pengen punya Mr tapi yg akhawat, bukan ustadz hihi. Rindu, tapi sekedar rindu, ga bisa mengubahku sama dengan mereka. Jadi, aku berdamai dengan perbedaan. Toh, perbedaan itu, tidak menjadikan jarak berarti diantara aku dan mereka, diantara kami.

Pengalaman masa lalu. Ini salah satunya, ngaruh banget. Aku dulu pernah dianggap kaya kebanyakan orang, oleh satu sosok, eh dua sosok. Trus akunya sebel gitu. Enak aja, aku ga sama dengan mereka, aku... ga pernah ikut bermain dalam konspirasi. Aku bukan sedang main game denganmu wkwkwkwk. *apa sih bell, ga jelas wkwkwk. Pokoknya itu lah, ada pengalaman yang bener-bener membekas. Dari situ, aku belajar, kalau aku harus menunjukkan aku beda dengan kebanyakan orang. Jadilah, banyak tulisan tentang pembeda yang kutulis di sini.

***

Terakhir, kepada ukhti yang menulis tulisan di kutipan link di atas. Jangan bersedih. Aku tahu... rasanya tidak enak, terlihat padahal ingin bersembunyi. Tapi kita harus menerima, sepandai apapun tupai melompat, ia juga pernah jatuh. Aku tahu... kau ingin terlihat sama, tapi orang-orang disekitarmu justru melabeli dirimu dengan kata 'beda', dan itu.. sesuatu yang menyesak dada. Jika itu masih menyesak dada, coba ganti diksi beda, dengan diksi kata lain. Istimewa. Teteh istimewa. Setiap manusia memiliki perbedaan, tidak ada yang sama sidik jarinya, masing-masing istimewa karena perbedaan yang ia miliki. Begitu juga teteh.. bagiku, teteh istimewa ^^

Semoga tetehnya baca ini, semoga bisa terhibur. Aku belum bisa kirim link, malu, nanti ketahuan jadi pembaca setia blog-nya teteh hihihi. Kangen teteh^^ Semoga Allah selalu memberkahi tiap detik di hidup teteh. Semoga kita bisa reunian di tempat terbaik, di jannah-Nya. Aamiin.

Bye bye^^ Zai jian~

Allahua'lam.

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya