Follow Me

Tuesday, December 20, 2016

Penjagaan dari Rabb-ku

#fiksi

Bismillah.
Malam itu Aurora tidak bisa tidur. Pikirannya njelimet, complicated, rumit, simpang siur dari satu pemikiran ke pemikiran lain. Tidak jauh berbeda dengan kondisi otaknya, hatinya juga sama njelimet, complicated, rumit, berubah dan bercampur baur dari beberapa perasaan.

Awalnya Aurora kaget, waktu tahu... rencana menghadiri pernikahan seorang senior di sebuah kota, ternyata diikuti rencana jalan-jalan ke tempat wisata di sekitar kota tersebut. Artinya.. yang tadinya Aurora kira, ia akan sampai di kota tempat dia belajar tanggal 27 malam, mundur *eh maju jadi tanggal 28 malam. Awalnya ia excited, heboh sendiri... soalnya belakangan ini ia sedang ingin berlibur ke tempat yang belum pernah ia kunjungi. Tapi seringnya sekedar wacana, karena Aurora tahu.. tidak mungkin ngebolang ke tempat wisata, sendirian, tidak akan diizinkan ibunya.

Namun rasa excited itu tak lama, berubah menjadi khawatir dan ragu. Awalnya sekedar masalah ga mau repot, perjalanan tiga hari dua malam, pasti akan banyak yang harus dibawa, pasti lelah, repot, dll. Awalnya cuma itu... namun kemudian, Rabb-nya seolah menyelamatkan Aurora, mengingatkannya tentang prinsip yang selama ini ia coba pegang, meski malam itu, sempat goyah.

***

"Teteh jadinya ga ikut jalan-jalan? Cuma ikut berangkatnya aja?" tanya seorang adik tingkat, yang mengurusi pengumpulan uang rombongan perjalanan.

Aurora mengangguk, tersenyum, mencoba menutup sebuah asa di hatinya. Sebenarnya, Aurora juga ingin main-main, perjalanan ke tempat wisata, pasti asiik deh, pasti seruu. Tapi.. Rabb-nya menjaganya, Rabb-nya tahu kelemahan Aurora.

"Iya.. kan awalnya aku pesen tiket pulkam tgl 29, biar tanggal 28 bisa santai packing dan istirahat, sebelum safar lagi ke kampung halaman tercintah," jelas Aurora. Ia melanjutkan kalau istirahat akan hilang, dan adanya tambah cape karena ada sesi jalan-jalan.

"Jadi aku ikut berangkatnya aja, nanti dari sana, aku naik kereta menuju ke rumah," lanjutnya. Tiket tanggal 29 yang ajaibnya ia dapatkan, harus direlakan dibatalkan, mungkin itu rezeki orang lain, yang mampir sebentar di dompet Aurora.

Sang adik kemudian berceloteh, "Wah sama... aku juga dari sana pulang naik kereta ke rumah. Teteh jam berapa?"

Obrolan pun berlanjut, dari kesamaan tidak ikut jalan-jalan, sampai ke ide kado yang akan dibeli untuk senior yang akan menikah itu.

***
Sebenarnya, Bundaku mengizinkan, aku ikut rombongan, ikut jalan-jalan, ikut plesiran. Tapi... Rabb-ku menjagaku, Allah Yang Maha Mengetahui kelemahan hamba-Nya, menjagaku. Hati yang mudah berbolak-balik ini, diarahkan oleh-Nya, agar tidak usah ikut saja. Karena... jika aku mau tidak egois, jika aku mau berpikir lebih jernih, tentu lebih manfaat, menyegerakan pulang ke rumah. Menyegerakan bertemu dengan wajah Bunda yang hangat, menyegerakan berbakti padanya, karena sebelumnya, cuma bisa bertukar doa dan suara di telpon. Menyegerakan perbuatan birrul walidain yang hanya bisa dilakukan ketika berdekatan. Ah.. dan tentu saja.. menyegerakan, bertemu Unnie, yang sedang dagdigdug menanti kelahiran anak pertamanya.
I might seems so strict about this, but actually I'm not. It's just Allah, that hold my heart, and told me not to do it. Cause He knows exactly what is my weakness.
Aurora memilih kategori 'choices', mengisi kolom judul dengan "I Might Seems So", kemudian menekan button publish.

Aurora tersenyum, bibirnya membisik pelan, namun cukup untuk terdengar telinganya.
"Alhamdulillah 'ala kulli hal. Ya Rabb... jaga terus hatiku yang rapuh ini.."
The End.

***

No comments:

Post a Comment

ditunggu komentarnya